BANGKALAN, Lingkarjatim.com – Moh. Nizar Zahro mengkritik keras pernyataan Ach. Baidowi koleganya sesama anggota DPR RI (Fraksi PPP) yang menilai pernyataan Presidential Threshold 20 persen sebagai lelucon politik sebagaimana dikemukakan oleh Prabowo Subianto. Menurut Nizar Politisi dari Fraksi PPP tersebut tidak memahami konteks keseluruhan pernyataan dari Ketum Partai Gerindra tersebut.
“Alangkah lebih baiknya bila sebelum berkomentar dipahami dulu secara utuh maksud dari statmen Pak Prabowo,” kata Ketua Umum PP Satria Gerindra ini.
Ditambahkannya, aturan presidential thereshold 20 persen sebagai lelucon politik dimaksudkan lantaran pileg dan pilpres pada tahun 2019 akan digelar secara serentak. Tidak seperti tahun 2009 dan 2014, di mana pileg digelar sebelum pilpres.
“Jadi beda konteks antara pilpres 2009 dan 2014 dengan pilpres 2019 nanti. Sehingga aturan ambang batas presiden menjadi tidak kontekstual,” Paparnya
Nizar pun menegaskan dari tahun 2014 hingga tahun 2019 pasti nantinya akan terjadi perubahan perolehan suara. Bisa jadi menurutnya perolehan suara PPP di tahun 2019 akan lebih sedikit bila dibandingkan dengan perolehan suara di pileg tahun 2014 lantaran partainya mengalami konflik internal.
“Tersirat kekhawatiran perolehan suara dari partainya di pileg 2019 lebih sedikit dibandingkan 2014. Sehingga Baidhowi ngotot hasil pileg 2014 yang jadi acuan ambanh batas presiden. Padahal hasil pileg 2014 sudah di pakai untuk pilpres 2014. Ibaratnya kita akan nonton pertandingan sepak bola antara Barcelona dengan Real Madrid pada tahun 2018, tapi tiket karcis masuk stadionnya pakai karcis yang lama saat liga tahun 2016. Itu khan ndak bisa,” Pungkasnya.
Sebagaiamana diketahui, di sejumlah media Ach. Baidowi anggota DPR RI (Fraksi PPP) menanggapi pernyataan Ketum Gerindra Prabowo Subianto yang menyebut presidential threshold adalah 20 persen adalah lelucon. Ia menanggapi pernyataan itu dengan menyindir balik Prabowo. “Pernyataan Pak Prabowo itu tidak tepat. Angka 20 persen itu sudah pakai pada tahun 2009 dan 2014, lalu kenapa hari ini disebut lelucon,” Ujarnya. (Lim)