Oleh : Moh. Nizar Zahro*
OPINI, Lingkarjatim.com – Sejak awal pemerintahannya, Presiden Jokowi selalu menggelorakan tagline kerja, kerja dan kerja. Bahkan kabinetnya pun diberi label Kabinet Kerja. Mungkin maksudnya agar para anggota kabinet memiliki gelora kerja yang berkobar-kobar.
Namun akhir-akhir ini, tagline dan semangat tersebut makin terkubur oleh derasnya pemberitaan soal impor. Saat ini *komoditas yang akan diimpor adalah beras, garam dan daging kerbau*. Sebelumnya pemerintah juga pernah mengimpor cangkul.
Jokowi yang di masa kampanye Pilpres 2014 berjanji tidak akan mengimpor beras ternyata mengingkarinya. Tak tanggung-tanggung *pemerintahan Jokowi akan mengimpor 500.000 ton beras senilai Rp. 3,6 triliun*. Beras impor akan didatangkan dari Thailand, Vietnam dan Pakistan.
Keputusan impor yang hampir bersamaan dengan datangnya musim panen raya tentu akan menyengsarakan petani. Penolakan impor beras sudah disuarakan berbagai pihak, namun pemerintah tidak menggubrisnya dan akan tetap mengimpor beras.
Pemerintah juga berencana *mengimpor garam sebanyak 3,7 juta ton*. Impor garam sebanyak itu selain menyengsarakan petambak garam juga mengundang keprihatinan sebagai negara dengan garis pantai terpanjang kedua dunia ternyata tidak sanggup memenuhi kebutuhan garam.
Selain beras dan garam, pemerintah juga sudah memutuskan *mengimpor 100 ribu ton daging kerbau dari India*. Impor ini ditentang peternak sapi dan kerbau karena bisa merugikan peternak dalam negeri.
Derasnya impor berbagai komoditas tentu saja membingungkan rakyat karena sangat kontradikrif dengan semangat kerja, kerja, dan kerja yang pernah digelorakan. Terlalu mudahnya pemerintah membuka kran impor membuktikan tidak ada semangat kerja dari Kabinet Kerja.
Bisa jadi tagline kerja, kerja, dan kerja sudah berubah menjadi impor, impor dan impor. Dan tentu saja rakyat lah yang paling disengsarakan akibat kebijakan impor.
———
*Ketua Umum PP SATRIA GERINDRA