Menu

Mode Gelap

OPINI · 1 Mar 2022 06:47 WIB ·

Perspektif Hukum Tentang Pengaturan Pengeras Suara Masjid


Perspektif Hukum Tentang Pengaturan Pengeras Suara Masjid Perbesar

Muatan Isi SE Nomor 5 Tahun 2022
Jika diperhatikan secara seksama, SE No.5 Tahun 2022, maka akan ditemukan jenis aturan yang sangat berbeda formatnya dengan Perturan Perundang-Undangan pada umumnya. SE No.5 tahun 2022 tidak diatur dalam bentuk pasal perpasal sebagaimana dalam jenis Peraturan Perundang-Undangan, tetapi SE ini didesain layaknya surat biasa yang dimulai dengan frasa Yth. dan diikuti oleh objek yang dituju yang meliputi Kepala Kantor Kementerian Agama kabupaten/kota, Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan, Ketua Majelis Ulama Indonesia, Ketua Dewan Masjid Indonesia, Pimpinan Organisasi Kemasyarakatan Islam, dan Takmir/Pengurus Masjid dan Musala di seluruh Indonesia.

Substansi dari SE No.5 tahun 2022, hakikatnya hanya menjadi pedoman bagi aktivitas penggunaan pengeras suara. Dalam SE tersebut dibedakan antara pengeras suara dalam dan pengeras suara luar yang biasanya berbentuk Toa. Aktivitas yang diatur sebenarnya semua aktifitas yang menggunakan pengeras suara di masjid atau mushalla tetapi yang menjadi contoh dalam SE tersebut adalah azan, pembacaan alqur’an, tarhim, pembacaan solawat,zikir, dan juga kuliah subuh.


Sedangkan yang dibatasi (bukan dilarang) adalah volume dan penggunaan pengeras suara didasarkan pada waktu dan momentum hari besar keagamaan seperti idul fitri dan idul adha. Volume dibatasi paling keras 100 desibel yang sebenarnya sudah cukup keras.

Sedangkan penggunaan pengeras suara dalam dan luar juga diatur berdasarkan kebutuhan dan jenis aktifitasnya tetapi yang jelas untuk aktivitas azan menggunakan pengeras suara luar bukan pengeras suara dalam. Artinya azan bukan hanya tidak dilarang tetapi dibolehkan, bahkan dianjurkan untuk menggunakan pengeras suara luar dengan maksimal volume 100 desibel yang sebenarnya sudah cukup keras.

Aturan ini sebenarnya bukan aturan yang baru tetapi kementerian Agama juga pernah mengeluarkan aturan serupa melalui Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam yaitu SE Nomor: B.3940/DJ.III/Hk.00.7/08/2018 tentang Pelaksanaan Instruksi Dirjen Bimas Islam Nomor: Kep/D/101/1978 Tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar dan Mushalla. SE ini merujuk beberapa aturan sebelumnya sebagai konsideran yaitu Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 18 tahun 1975, Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 44 tahun 1978, instruksi Menteri Agama Nomor 3 tahun 1978, dan Surat Edaran Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1978. Artinya aturan tentang penggunaan pengeras suara di masjid dan mushalla sudah ada bahkan sejak tahun 1978.

SE Nomor: B.3940/DJ.III/Hk.00.7/08/2018 tidak dicabut baik oleh SE No.5 tahun 2022 maupun oleh produk hukum yang lain. Dalam SE tersebut, terdapat kelonggaran bagi penggunaan pengeras suara masjid atau mushalla dikampung dengan tetap memperhatikan tanggapan dan reaksi masyarakat. Karena tidak dicabut tentu SE ini masih bisa dipedomani dan selama tidak bertentangan dengan SE No. 5 tahun 2022.

Facebook Comments Box
Artikel ini telah dibaca 0 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Tak Punya Surat Persetujuan Partai, Bisakah Calon DPR/DPRD “GUGAT” di MK ?

2 May 2024 - 14:55 WIB

Tidak Ada Makan Siang Gratis 

12 February 2024 - 13:29 WIB

Prosfektif Peningkatan Ekonomi Rakyat dari Berbagai Pendekatan, Madura Layak Jadi Provinsi

18 December 2023 - 08:20 WIB

Anomali Putusan, MK Milik Siapa ?

17 October 2023 - 14:37 WIB

Lo Punya Uang, Lo Punya Kuasa

16 October 2023 - 18:13 WIB

Pro dan Kontra Batas Usia Capres dan Cawapres

13 October 2023 - 06:00 WIB

Trending di OPINI