BANGKALAN, Lingkarjatim.com – Persoalan Program Indonesia Pintar (PIP) di Kabupaten Bangkalan tak pernah selesai diperbincangkan, khususnya terkait indikasi penyelewengan program tersebut.
Terbaru, selain muncul beberapa persoalan seperti sistem pencairan yang banyak terjadi kejanggalan, juga muncul beberapa model yang diduga dijadikan sebagai cara untuk melakukan penyelewengan.
Hal itu diungkapkan oleh ketua Gerakan Peduli Pendidikan (GPP) Nasiruddin. Dia mengatakan, salah satu model yang diterapkan adalah dengan cara tidak memberikan Kartu Indonesia Pintar (KIP) kepada siswa.
Kemudian, sekalipun diberikan kepada siswa, KIP tersebut tidak diaktifkan, sehingga bantuan itu tidak bisa dicairkan.
“Ada indikasi kalau diberikan kepada siswa maka tidak diaktifkan, tapi kalau dipegang sekolah diaktifkan,” katanya, Jumat (26/03/2021).
Dia juga menilai, penyerahan KIP oleh Bupati beberapa hari lalu justru menegaskan dan membenarkan bahwa permasalahan PIP yang selama ini terjadi. Meskipun di sisi lain dia mengapresiasi langkah yang dilakukan Bupati.
“Ini menjadi langkah yang baik, tapi akan lebih baik jika langkah itu tidak hanya sampai disitu saja, melainkan dilakukan pengawasan secara massif dan transparan hingga ke level sekolah,” tambahnya.
Pernyataan itu diperkuat oleh salah satu wali siswa, Juzairiyah, wali siswa salah seorang pelajar di salah satu SD di Pejagan. Dirinya sengaja datang ke studio sanrasan Lingkarjatim.com bersama beberapa siswa, untuk sekedar bercerita dan mengeluhkan pengalaman yang dialami pihaknya terkait PIP.
Dia mengatakan, anaknya sempat mendapatkan PIP beberapa waktu lalu. Kemudian dia mendengar informasi bahwa tahun ini sudah cair, namun ketika dicek ternyata tidak ada.
“Informasinya sudah cair, tapi setelah dicek ternyata tidak ada,” katanya.
Dia juga mengatakan, KIP anak keduanya dipegang oleh pihak sekolah dan sampai saat ini belum cair, pihaknya tidak tahu alasannya mengapa.
Dengan semua yang sudah dialaminya, dia berharap realisasi PIP itu dilakukan sebagaimana mestinya dan transparan, sehingga penerima benar-benar merasakan manfaatnya. Terlebih, wanita single parent ini mengaku sangat membutuhkan bantuan tersebut, mengingat perekonomian keluarganya yang kurang baik.
“Kalau memang ada bantuan harus tepat sasaran, tepat nominal dan tepat waktu,” ucapnya. (Moh Iksan)