BANGKALAN, Lingkarjatim.com– Para netizen lagi ramai membicarakan debat pilpres 2019 antara Jokowi-Ma’ruf dan Prabowo-Sandi. Netizen ketika berkomentar di media sosial terlalu berlebihan.
Pengamat politik Surokim Abdussalam melihat narasi isu kampanye yang dibangun belum ada kemajuan dan masih belum bisa menggambarkan indonesia yang lebih kuat dimasa depan.
“Iya, nyinyir bikin publik antipati dan muak,” kata pengamat sekaligus dekan di Universitas Trunojoyo Madura (UTM) itu.
Dekan asal kabupaten Lamongan itu menyatakan, netizen masih suka pada politik pragmatis dan instans. Seharusnya pikiran kritis dan mendalam harus dilakukan. Hal itu memperbanyak pemilih yang fanatik ketimbang pemilih rasional.
“Ya suka-suka instant dan pragmatis, kalau bahasa kerennya terjangkit instant society syndrome, masyarakat yang menginginkan serba cepat tanpa peduli cara mencapainya benar atau tidak,” jelasnya. Selasa (22/01/2019)
Hal itu berakibat pada pemahaman politik hanya sebatas permukaan yang gaduh dan identik dengan konflik tanpa melihat nilai makna dan kebajikan publik yang menjadi pengikat kebersamaan bangsa ini.
Menurut Surokim para elit politik harus bisa memberikan edukasi politik yang baik. Saat ini yang tampak di media sosial elit politik tidak memberikan contoh pemhaman yang mendalam.
“Benar, para elit itu tidak memberikan contoh Pendidikan politik yang bagus sehingga pemahaman politik mulai bergeser, jadi terkesan semau gue,” ujarnya.
Seharusnya yang perlu dilakukan adalah memulai mentradisikan cara berfikir kritis dan berpikir mendalam sehingga bisa cek dan croscek semua informasi yang diterima agar informasi yang diterima valid dan dapat dipertanggungjawabkan.
“Iya karena kecepatan jari kadang lebih cepat dari cara berpikirnya,” pungkasnya. (Zan/Atep/Lim)