Bangkalan, lingkarjatim.com – Sewaktu ziarah ke makam Syekh Magribi di Desa Ujung Piring, saya ngobrol dengan seorang pertapa millenial. Namanya Terri.
Sekilas, namanya terkesan feminis. Tapi, nama belakangnya mempertegas dia bukan wanita: TERRI YANTO. Asli Ponorogo dan sudah webulan mukim di sebuah gubuk di areal makam Raden Jakandar nama daging Syekh Magribi.
Sore itu, Terri sedang khusyuk bikin tasbih. Ukuran jumbo. Macam tasbih yang dipakai biksu yang kerap saya lihat di tipi.
Saya coba kalungkan tasbih itu ke leher. Lonjong lingkarannya nyampe pangkal paha, kalau posisi duduk bersila. Terri menyebutnya tasbih biji korek.
Biji korek, katanya, istilah orang Ponorogo untuk menyebut biji pohon bakau. Makam Syekh Magribi letak dipesisir Ujung Piring. Jadi dikelilingi pohon bakau yang luas.
Kalau sedang tak lelaku: mengaji atau wiridan. Terri suka blusukan ke mangrove. Dia lihat banyak biji bakau berserakan. Dia ambil dan bersihkan.
Dia lalu punya ide membuat tasbih. Biji bakau dilubangi pakai besi kecil yang ujungnya dilancipkan.
Prosesnya mirip orang ngebor kayu. Lalu benang dimasukkan rangkap agar kuat. Tak mudah putus.
Terri tak menyangka tasbih biji bakau buatannya banyak yang diminati peziarah. Dia tak jual. Dia kasih gratis. Yang penting buat ibadah.
Saya minta satu. Tak diberi. Katanya sudah dipesan seseorang. Kalau mau, kembali lagi ke sana katanya. Akan dibuatkan yang lain. (M.Aldo)