SUMENEP, lingkarjatim.com – Harga tembakau di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur terus merosot. Akibatnya, petani tembakau pun kian sengsara.
Data yang dihimpun lingkarjatim.com, harga tembakau saat ini berkisar di harga Rp 30 ribu, Rp25 ribu, dan Rp22 ribu perkilogram. Bahkan, ada petani yang menjual “si daun emas” ke tengkulak di harga Rp 20 ribu perkilo.
“Sangat miris harga tembakau saat ini. Punya kami sudah terjual Rp 20 per kilogram. Bahkan, kabarnya ada yang sudah di bawah harga tersebut,” kata Misli, salah seorang petani tembakau asal Kecamatan Lenteng.
Situasi itu, kata Misli, membuat petani merugi, bahkan balik modal pun susah. “Ya, bagaimana bisa kembalimodal, jika harganya cukup murah,” tuturnya.
Rendahnya harga tembakau itu pun mendapat respon dari DPRD Setempat. Masdawi, salah satu anggota legislatif mengaku prihatin atas rendahnya harga tembakau yang merugikan petani itu.
Kata Masdawi, harga tembakau dikalangan petani terus merosot karena pemerintah terkesan setengah hati mengawal kepentingan petani, khususnya petani tembakau
“Kurang all out untuk memperjuangkan kepentingan petani. Makanya, petani tembakau yang menjadi korban,” kata anggota legislatif dari fraksi Partai Demokrat itu.
Masdawi menuturkan, harga tembakau merosot terjadi pada spekulan-spekulan di lapangan. Anehnya, hal itu tidak terdeteksi oleh Pemkab Sumenep. “Ini tidak terdeteksi dengan baik. Ini juga perlu dicurigai pabrikan. Ini soal bisnis rente tembakau,” tuturnya.
Permasalahan itu bukan masalag baru, melainkan selalu terjadi. Kata dia, hal itu harusnya diselesaikan oleh pemerintah. Apalagi, selama ini ditengarai ada dominasi pabrikan.
“Sementara instansi terkait, hanya mendengar sepihak pihak pabrikan, yang kemudian mengiyakan. Tanpa menelusuran akarnya. Jadi, ada kesan membela pabrikan,” ungkapnya.
Labih lanjut, Masdawi menjelaskan, jika berkaitan dengan kualitas dan keharuman tembakau, harusnya menggunakan alat deteksi digital. Bukan dicium secara manual. Karena bau tembakau setiap saat berpotensi berubah.
“Pemkab harus berani menekan pabrikan. All out seperti di Pamekasan. Perlu ada Perda baru,” tuturnya.
Selain itu, harusnya ada terobosan dari pemkab dalam mengawal tembakau petani. Misalnya, membentuk Koperasi atau lembaga lain yang bisa mengakomodir tembakau masyarakat.
“Bisa menggunakan KSO dalam pembeliannya. Yang terpenting tembakau masyarakat terselamatkan, petani tidak rugi. Jangan membiarkan dominasi pabrik terjadi,” tukasnya.
Sementara Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (Disperthortbun) Sumenep, Arif Firmanto mengatakan, instansi yang dipimpinnya sebenarnya hanya pada budi daya.
Kendati demikian, dia mengaku tetap memerhatikan nasib petani. “Kalau soal harga itu tergantung kualitas. Kami sudah datang juga ke pabrik,” ucapnya.
Kata dia, pihaknya juga sudah turun ke lapangan melihat langsung kondisi tembakau. Dengan kata lain, pemkab sudah berupaya maksimal agar petani tak dirugikan.
“Jadi, kami serius mengawal petani. Kalau itu dibandol kami tidak bisa memantau, kan tidak ada izin,” ujarnya.
Dia mengungkapkan, sebenarnya yang masalah untuk tembakau sawah. Sebab, sejak awal sudah diwanti-wanti untuk tidak tanam tembakau.
“Kalau sawah itu bisa tanam jagung, semangka dan sejenisnya. Itu sudah saya sampaikan, termasuk ke sampean,” kata dia. (Abdus Salam)