SAMPANG, Lingkarjatim.com – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sampang mengalami defisit anggaran karena harus memenuhi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait refocusing keuangan di era pandemi COVID-19.
Refocusing tersebut dilakukan sehubungan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 94 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun Anggaran 2021 dalam rangka Mendukung Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan Dampaknya.
Bupati Sampang H. Slamet Junaidi melalui Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Sampang H. Yuliadi Setiawan mengatakan, dari beberapa postur anggaran yang dilakukan, Pemkab Sampang mengalami defisit anggaran, antara lain: Pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Sampang mengalami penurunan yang sangat signifikan diangka 18,5 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) murni tahun 2021. Kedua, dana transfer umum atau dana bagi hasil dari Pemerintah Pusat mengalami penurunan sangat signifikan sekitar 42,8 persen dari APBD murni tahun 2021.
Ketiga, Sisa Lebih Penghitungan Anggaran (Silpa) tahun 2020 yang menjadi sumber pendanaan APBD tahun 2021 sekitar 25 persen adalah dana earmark yang harus dialokasikan sesuai peruntukannya, sehingga tidak cukup untuk mendanai defisit belanja APBD tahun 2021.
“Dari penurunan sumber dana tersebut terdapat defisit sumber pendanaan sekitar Rp. 128.298.787.865,92 Sehingga perlu dilakukan pemotongan belanja pada semua OPD dilingkungan Pemkab Sampang,” tambahnya.
Berikut sumber pendanaan refocusing tahun 2021 sebagai berikut :
- Rasionalisasi belanja modal Rp. 42.840.414.510,00
- Rasionalisasi Barang dan Jasa Rp. 34.827.328.519,80
- Rasionalisasi Dana Pilkades Rp. 15.000.000.000,00
- Rasionalisasi ADD-DBH Rp. 10.500.000.000,00
- Rasionalisasi Hibah Rp. 6.000.000.000,00
- Rasionalisasi Silpa Rp. 14.765.336.996,09
“Dari sumber pendanaan refocusing tersebut kami menemukan sisa kekurangan dana untuk menutupi defisit belanja sebesar Rp. 3.366.707.839,03,” jelasnya.
Melihat dari besarnya kebutuhan anggaran untuk menutupi defisit belanja tersebut maka kebijakan kami yakni, menunda belanja modal yang masih bisa kita tangguhkan, dan belanja alat kantor, apabila belanja yang dimaksud masih dalam proses pengadaan untuk dipending.
Pengurangan 50 persen dari belanja barang jasa yang non earmark, setelah realisasi antara lain belanja perjalanan dinas, belanja Mamin, belanja Bimtek, belanja sosialisasi, belanja pemeliharaan, lembur, kajian-kajian jasa konsultasi dan lainnya.
“Konsep rasionalisasi ini selanjutnya untuk dibahas bersama TAPD secara detail yang akan dilaksanakan selama 3 sampai 4 hari kedepan,” tuturnya.
“Bahkan kami meminta kepada OPD agar tidak ada yang keberatan dan mempertahankan anggaran terhadap rencana rasionalisasi ini, karena masalah defisit belanja ini terjadi di semua daerah dan kami sudah mengambil solusi terbaik tanpa mengorbankan hak ASN dan kami telah mengevaluasi terhadap belanja-belanja yang masih dapat ditunda untuk tahun berikutnya. (Abdul Wahed/*)