Nizar Zahro; Kita Tak Ingin Melegitimasi Tindakan Inkonstitusional

Anggota DPR RI Fraksi Gerindra, Nizar Zahro saat intrupsi pada sidang paripurna RUU pemilu

JAKARTA, Lingkarjatim.com – RUU Penyelenggaraan Pemilu telah disahkan menjadi UU lewat paripurna DPR yang diwarnai aksi walk out oleh empat fraksi (Fraksi PAN, Demokrat, Gerindra, dan PKS). Mereka menilai sistem presidential threshold 20-25 persen bertentangan UI dengan konstitusi, dalam hal ini prinsip keserentakan Pemilu 2019.

Dalam paripurna yang berlangsung hingga lewat tengah malam pada Jumat (21/7/2017) tadi, terdapat lima issu krusial dalam RUU tersebut, yakni ambang batas presidential (presidential threshold), ambang batas parlemen (parliamentary threshold), alokasi kursi anggota DPR per daerah pemilihan (dapil), metode konversi suara pemilu legislatif, dan sistem pemilu. Namun issu presidential threshold paling menyedot perhatian.

Menanggapi hal ini, anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra, Nizar Zahro yang melakukan interupsi dalam forum paripurna angkat bicara. Baginya, keputusan RUU tersebut dipaksakan meskipun inkonstitusional, karena untuk masalah konstitusi tidak bisa ditawar dengan voting. Sebab kata Nizar, MK dengan putusan no 14/MK/2013 sudah memutuskan bahwa pemilu legislatif dan pemilu presiden dilaksanakan secara serentak, sehingga seharusnya tidak ada lagi ambang batas bagi parpol atau gabungan parpol untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden.

“Logika pemilu serentak adalah tidak adanya ambang batas sebagaimana substansi pasal 6 A ayat 2, (Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum). Kapan pemilihan umum yang dimaksud ini dijelaska di juncto Pasal 22 E UUD 45 ayat (2)  Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Jadi sudah jelas konstitusi kita UUD 1945 tidak ada batasan treshold,” kata politisi yang juga menjabat sebagai ketua umum DPP Satria (satuan relawan indonesia raya) ini.

Jadi kalau ambang batas pencalonan Presiden masih ada dalam pemilu serentak, lanjut Nizar, maka undang-undang yang mengaturnya adalah inkonstitusional. “Makanya dalam sidang paripurna tadi malam, kita memilih walk out karena kita tak ingin meligitimasi tindakan yang inkonstitusional,” pungkasnya. (Diq)

Leave a Comment