Deadline Pendaftatan Capres Sebentar Lagi, Ini Nama-Nama Cawapres Versi Lemi Surabaya

Ilustrasi Pilpres 2019

SURABAYA, Lingkarjatim.com – Pasca Pilkada serentak 2018, Indonesia langsung bersiap memasuki fase politik krusial, yakni Pileg dan Pilpres 2019.

Tahapan yang menentukan dalam Pilpres 2019 adalah pendaftaran capres dan cawapres ke KPU yang deadlinenya pada tanggal 10 Agustus 2018 ini.

Sejumlah nama berseliweran, baik untuk menjadi capres maupun cawapres. Salah satu isu yang menarik adalah siapakah capres penantang Jokowi dan cawapres yang pantas bagi Jokowi?

Terlepas dari persoalan nama-nama tersebut, sesungguhnya isu yang menjadi penting bagi Indonesia hari ini adalah isu ekonomi, termasuk di dalamnya adalah isu pembangunan, pertumbuhan, kemiskinan, pemerataan dan kemudahan investasi.

Ketika Amerika Serikat dan China menuju pada situasi perang dagang, Indonesia pun termasuk dalam list dalam pertarungan ekonomi politik dunia tersebut. Artinya, diskursus ekonomi kerakyatan harus menjadi pertimbangan utama yang mewarnai pilpres dan pemilihan capres serta cawapres ini.

Lembaga Ekonomi Mahasiswa Islam (LEMI) Surabaya mengadakan forum diskusi bertema: Diskursus Ekonomi Kerakyatan dan Pilpres 2019. Sebagai pembicara adalah Gigih Prihantono, pengajar ekonomi FEB Universitas Airlangga (Unair) Surabaya dan Airlangga Pribadi Kusman, pengamat politik FISIP, Unair Surabaya.

Airlangga Pribadi mengatakan, saat ini adalah fase penentuan nama-nama pasangan. Ini karena dua minggu kedepan, akan disodorkan daftar pasangan siapa yang maju Pilpres 2019.

“Kita harus melihat bagaimana calon yang muncul diukur dari kapasitas atau kemampuan penanganan ekonomi. Jadi, tidak hanya melihat elektabilitas dan popularitas,” kata Angga, sapaan akrabnya, dalam rilisnya, Selasa (10/7).

Pertimbangan penanganan persoalan ekonomi, sosial politik dan pengelolaan negara adalah tiga hal yang bisa menjadi acuan agar publik bisa mempertimbangkan kelayakan seseorang menjadi capres dan cawapres.

Pertama, menurut dia, problem ekonomi terkait ketahanan ekonomi Indonesia ke depan. Yakni, seperti halnya mengantisipasi perang dagang antar Amerika dan China.

“Tantangannya bagi capres kedepan adalah mengambil peluang itu untuk menyerap investasi masuk Indonesia. Dan, harus dicari capres yang bisa perjuangkan ekonomi kerakyatan,” katanya.

Nama-nama cawapres yang muncul dan disorongkan ke Jokowi sudah terlalu mainstream. Sebut saja nama Sri Mulyani, Rizal Ramli dan Susi Pudjiastuti. Nama Menko Perekonomian Darmin Nasution juga perlu dipertimbangkan.

“Darmin pernah mengutarakan gagasan perbankan agar concern beri kredit ke masyarakat kalangan bawah. Selain itu, layak juga nama Ahmad Erani Yustika, Staf Khusus Presiden sebagai ekonom muda,” jelasnya.

“Birokrasi harus dibuat lebih ramah akan investasi. Perang dagang antara Amerika dan China, harus dipikirkan juga apakah bekerja sama dengan China itu logis apa tidak? Pemerintahan Jokowi selama ini membangun hubungan dagang dengan China. Bagaimana kita menghadapi persoalan seperti tenaga kerja China?” imbuhnya.

Untuk kluster pemilih Islam, ada nama Ketua Umum PKB Cak Imin yang belum teruji dalam konteks pengelolaan negara. “Ada juga nama Mahfud MD, basis politiknya darimana? Yang perlu dipertimbangkan adalah nama Romahurmuziy (Gus Romi) sebagai Ketua Umum PPP yang memiliki karir di DPR dan paham perekonomian serta kalangan milenial,” tukasnya.

Untuk bursa cawapres dari posisi kepala daerah, lanjut dia, perlu dipertimbangkan gubernur yang memiliki kemampuan membangun harmonisasi legislatif dan eksekutif, relasi baik pusat dan daerah, relasi provinsi dan daerah serta supporting ekonomi kerakyatan.

“Selain nama Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi, nama Pakde Karwo layak dipertimbangkan sebagai cawapres. Pakde Karwo berani menekan kredit untuk memajukan nasib petani Jatim. Jadi, listing daftar cawapres harus diperluas. Komposisi pasangan capres-cawapres jangan hanya lihat proses kampanye, tapi harus juga pascapilpres,” pungkasnya. (Mal/Lim)

Leave a Comment