PERPRES 20/2018 MELAWAN KONSTITUSI DAN UU KETENAGAKERJAAN

Oleh : Moh. Nizar Zahro*

OPINI, Lingkarjatim.com – Perpres No 20 Tahun 2018 Tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing terus menuai kritik dan penolakan. Aksi Mayday yang diikuti seluruh buruh se-Indonesia menjadikan penolakan Perpres 20/2018 sebagai tuntutan utama.

Penggunaan TKA secara massif di tengah jutaan pengangguran anak bangsa bisa dianggap sebagai bentuk penyimpangan terhadap tujuan negara. Dimana salah tujuan negara Indonesia adalah menciptakan kesejahteraan umum.

Pembukaan Undang-Undang Dasar Indonesia 1945 alinea keempat dengan jelas menyatakan : _*“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum…”._*

Maka bisa ditarik kesimpulan, pertama, pemerintah bisa dianggap dengan sengaja tidak melindungi segenap bangsa Indonesia dari serbuan TKA. Bahkan lebih jauh pemerintah bisa diposisikan sebagai pihak yang mengancam bangsa Indonesia karena Perpres 20/2018 adalah pintu gerbang masuknya TKA.

Kedua, pemerintah mengingkari amanat untuk memajukan kesejahteraan umum. Perpres 20/2018 sangat jelas hanya akan mensejahterakan TKA dan menyengsarakan anak bangsa. Karena lahan pekerjaan yang semestinya bisa diperuntukkan bagi anak bangsa nyatanya akan diserahkan kepada TKA.

Selanjutnya, dalam rangka menciptakan kesejahteraan umum, maka setiap warga negara berhak atas pekerjaan yang layak. Sayangnya hak tersebut belum diterima oleh 7,04 juta orang yang oleh BPS diberi label sebagai pengangguran.

Adanya Perpres 20/2018 bisa menghalangi usaha warga negara untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Padahal hak tersebut merupakan amanat konstitusi sebagaimana yang termaktub dalam UUD 1945 Pasal 27 yang berbunyi : _*“Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.*_

Selain itu, Perpres TKA ini juga bertentangan dengan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Diantaranya, Pasal 9 Perpres TKA menyatakan, pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) merupakan izin untuk mempekerjakan TKA. Artinya, badan usaha yang ingin menggunakan TKA tidak wajib lagi mengurus izin. Padahal dalam Penjelasan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menyatakan RPTKA merupakan persyaratan untuk mendapat izin kerja.

Kemudian Pasal 10 Ayat 1a Perpres disebutkan, pemegang saham yang menjabat sebagai direksi atau komisaris tidak diwajibkan memiliki RPTKA. Sementara dalam UU Ketenagakerjaan, mewajibkan TKA termasuk komisaris dan direksi harus memiliki izin, dan diwajibkan memiliki RPTKA.

Selanjutnya Pasal 10 Ayat 1 c Perpres ini juga menyatakan, pemberi kerja TKA tidak wajib memiliki RPTKA untuk mempekerjakan TKA pada jenis pekerjaan yang dibutuhkan pemerintah. Padahal, di dalam Pasal 43 Ayat 3 UU Ketenagakerjaan, yang dikecualikan hanya bagi instansi pemerintah, badan-badan internasional dan perwakilan negara asing. Artinya selain ketiga instansi tersebut maka wajib memiliki RPTKA meskipun jenis pekerjaannya dibutuhkan pemerintah.

Meskipun telah dihujani kritik dan penolakan, pemerintah tetap tidak goyah untuk melaksanakan Perpres tersebut. Pemerintah, yang diwakili Menaker, mengatakan bahwa adanya Perpres untuk membuka peluang investasi.

Dalih yang disuguhkan pemerintah sangat tidak masuk akal. Indonesia sudah membuka investasi asing sejak puluhan tahun yang lalu. Maka hari ini dapat disaksikan deretan pabrik level dunia seperti Toyota, Honda, dan lain-lain.

Pabrik-pabrik tersebut dapat berjalan lancar tanpa adanya Perpres TKA. Mayoritas pekerjanya adalah rakyat Indonesia. Bahkan tidak sedikit yang disekolahkan ke Jepang untuk meningkatkan keahliannya.

*Maka berdasarkan konstitusi dan pengalaman riil ribuan pabrik asing di Indonesia, maka Perpres TKA tidak relevan dan harus segera dicabut.*

———
*Ketua Umum SATRIA GERINDRA
(Satuan Relawan Indonesia Raya)

Leave a Comment