Minimalisir Gesekan, DPRD Sampang Korek Isi Draf Perbup Pilkades

SAMPANG, Lingkarjatim.com – Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sampang merampungkan draf Peraturan Bupati (Perbup) tentang Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades).

Wakil Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Sampang, Ubaidillah mengatakan bahwa dalam proses perampungan draf Perbup tersebut, pihaknya sengaja memanggil mitra terkait yakni Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), Biro Hukum, Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda), Asosiasi Kepala Desa (AKD), dan Asosiasi BPD di Kabupaten Sampang.

“Pemerintah daerah kami lihat sangat terbuka dengan pihak manapun demi terciptanya pelaksanaan Pilkades yang aman, tentram, dan sukses,” terang Ubaidillah.

“Saat ini berkas yang berisikan draf Perbup itu sudah ada dimeja Bupati Sampang untuk ditindaklanjuti dengan pihak terkait,” tambahnya.

Dikatakannya, langkah pertama dalam proses perampungan draf tersebut adalah menelaah dari pasal perpasal atas isi draf Perbup tersebut apakah ada yang bertentangan dengan substansi, yang kedua menyandingkan antara draf Perbup dengan Peraturan Daerah (Perda), selanjutnya menyandingkan antara draf Perbup dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri).

Tidak selesai disana, politisi muda Partai Beringin itu juga menyandingkan antara draf Perbup dengan sejumlah kasus yang kerap terjadi saat pelaksanaan Pilkades serentak di Kabupaten Sampang.

“Dengan empat metode itu, memungkinkan untuk mencover setiap pelaksanaan kegiatan Pilkades serentak nantinya,” imbuhnya.

Ia juga mengatakan bahwa pihaknya juga memperhatikan kondisi pandemi covid-19, yang harus dimasukkan dalam proses pelaksanaan pesta demokrasi tingkat desa tersebut. Sesuai dengan Permendagri nomor 72 tahun 2020, karena wajib memperhatikan Protokol Kesehatan (Prokes), maka kondisi tersebut juga berdampak terhadap sistem pelaksanaan dan penganggaran.

“Nah dengan ketersediaan sumberdaya manusia yang terbatas, termasuk panitia yang terbatas maka harus melakukan penambahan panitia pembantu,” tambahnya.

“Panitia pembantu pun terdiri dari dua jenis, pertama panitia yang fokus pada administrasi, dan pembantu yang fokus pada teknis pelaksanaan yang diangkat saat pelaksanaan,” timpalnya.

Sejurus kemudian, pihaknya menjabarkan tentang penambahan panitia pembantu tersebut, dimana pelaksanaan Pilkades serentak tahun ini menggunakan sistem Tempat Pemungutan Suara (TPS), sedangkan aturannya setiap TPS dibatasi maksimal 500 Daftar Pemilih Tetap (DPT), sehingga jika mengacu pada pelaksanaan Pilkades serentak sebelumnya, Pemerintah harus menyediakan sekitar 975 TPS, bisa saja terjadi penambahan saat pelaksanaan nantinya.

“Artinya jika estimasi jumlah TPS mencapai 1.000 TPS maka ada penambahan panitia pembantu sebanyak 5.000, karena setiap TPS diharuskan menambah 5 tenaga yang dimaksud,” jelasnya.

Namun demikian, untuk proses penambahan panitia pembantu tersebut perlu dikomunikasikan dan dikoordinasikan dengan pemerintah daerah dan biro hukum termasuk kementerian terkait.

Tidak hanya memperhatikan soal penerapan Prokes, lelaki yang lama di gelanggang politik Senayan itu juga memperhatikan proses tahapan pelaksanaan Pilkades serentak tahun ini, salah satunya tentang tahapan pembentukan Panitia Pemilihan Kepala Desa (P2KD) didalam draf Perbup tersebut.

“Dari awal, pembentukan P2KD harus dihadiri 5 orang dari setiap dusun di desa peserta Pilkades ini, sehingga dalam proses itu sudah memenuhi keterwakilan dan partisipasi tokoh,” tuturnya.

Termasuk proses pembentukannya, harus di balai desa setempat, jika tidak memiliki balai desa, bisa ditempatkan di lokasi netral, namun jika cara tersebut tetap tidak bisa maka langkah terakhir adalah dibentuk di balai kecamatan setempat.

“Langkah ini untuk meminimalisir gesekan antar kelompok masyarakat,” tegasnya.

“Kami juga menelaah skor penilaian yang kerap menjadi masalah hingga berujung pada gugurnya salah satu bakal calon,” tegasnya kembali.

Dijelaskannya, objek penilaian yang diberikan sudah sesuai, namun kecenderungan keberpihakan tim penguji yang kerap diragukan oleh peserta penilaian, sehingga selain dari unsur akademisi yang menilai juga melibatkan praktisi.

“Sehingga praktek-praktek yang merugikan salah satu bakal calon dapat diminimalisir,” tukasnya. (Abdul Wahed)

Leave a Comment