KOPRI Sampang Catat 8 Kasus Pelecehan Seksual Selama 2020, Pelaku Terancam Hukuman Kebiri

SAMPANG, Lingkarjatim.com – Korp Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (KOPRI) Kabupaten Sampang menyebutkan sedikitnya ada delapan kasus kekerasan seksual yang ditangani oleh Kepolisian Resor (Polres) setempat selama tahun 2020.

Delapan kasus tersebut antara lain. Pertama, tanggal 7 Januari dengan jumlah pelaku 6 orang. Kedua, 7 Juli dengan jumlah pelaku 4 orang. Ketiga, pemerkosaan yang dilakukan oleh bapak tiri di kecamatan Omben. Keempat, pemerkosaan terhadap anak 17 tahun di daerah Gunung Kesan. Kelima, kasus 9 pelaku pelecehan seksual. Keenam, kasus kekerasan fisik. Ketujuh, pelecehan seksual kepada perempuan kekurangan mental. Delapan, pelecehan seksual terhadap bocah 9 tahun oleh guru sekolah dasar.

“Dari rentetan peristiwa ini menjadi catatan tersendiri bagi proses penegakan hukum diwilayah hukum sampang,” kata Ketua KOPRI Kabupaten Sampang. Roudotul Jannah, Kamis (21/01).

Dikatakannya, merujuk pada undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak Republik Indonesia BAB XII tentang ketentuan pidana pasal 81 angka (1) yang menyatakan bahwa, setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat 3 tahun dengan denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 dan paling sedikit Rp. 60.000.000,00.

“Kami melihat supremasi hukum diartikan seperti bincang santai dengan memadukan pasal yang diduga sebagai syarat utama vonis yang akan diberikan,” tambahnya.

Sejurus kemudian, pihaknya memaparkan bahwa Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak. Penandatanganan tanggal 7 Desember 2020 itu dilakukan dengan pertimbangan, untuk memberi efek jera pelaku. Serta mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak.

Dijelaskannya, dalam aturan itu, ada tiga kategori pelaku kekerasan seksual terhadap anak yang dapat dihukum dengan aturan baru tersebut. Pertama, terhadap pelaku pidana persetubuhan kepada anak. Kedua, pelaku persetubuhan terhadap anak dengan kekerasan atau ancaman yang memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain yang juga pelaku persetubuhan.

“Terakhir, pelaku perbuatan cabul terhadap anak dengan kekerasan atau ancaman, memaksa melakukan tipu muslihat, dengan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul,” jelasnya.

“Jadi tidak ada alasan lagi pagi aparat penegak hukum untuk tidak melakukan tindakan pengebirian itu,” tegasnya.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Kasi Pidana Umum (Pidum) Kejaksaan Negeri Sampang Budi Darmawan, mengatakan bahwa semua perkara kasus kekerasan seksual yang ditanganinya tetap diproses hukum sesuai aturan dalam menegakkan keadilan.

Namun demikian, pihaknya mengakui belum bisa memberlakukan penegakan hukum sesuai PP 70 tahun 2020 tersebut karena ada beberapa syarat yang harus dipenuhi unsur yang mengarah pada proses hukum kebiri tersebut.

“Yang jelas kami pastikan semua kasus pelecehan seksual dihukum seadil-adilnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” katan.

Pihak kejaksaan juga menyampaikan, beberapa perkara kasus seksual sebagian sudah memasuki putusan incraht, bahkan putusan perkara terdakwa anak dibatasi aturan yaitu seper dua dari ancaman pidana biasa. (Abdul Wahed)

Leave a Comment