Ummi Aida Anak yang Terlahir dari Tragedi Sambas

Lingkarjatim.com- Bangkalan- Puncak dari kerusuhan di Sambas pada tahun 1999 yang mengakibatkan pengusiran terhadap Suku Madura yang mulai tahun 1900 bermukim di Sambas oleh Suku Melayu dan Suku Dayak yang kesal akan perbuatan tidak menyenangkan oknum dari Madura, sehingga orang-orang dari Madura yang tidak bersalah ikut terkena dampaknya. Orang-orang Madura yang terusir dari Sambas diungsikan ke bumi asalnya, yaitu Bangkalan Madura.
Kerusuhan tersebut masih menyisakan kenangan pahit di masing-masing keluarga yang terlibat langsung dalam Tragedi Sambas. Ia akan menjadi cerita pahit yang secara turun-temurun disampaikan kepada anak cucu bahwa dulu mereka pernah di usir dari bumi Sambas dan masih pengungsi di bumi kelahirannya, yaitu Bangkalan.

Umi Aida, Anak yang Terlahir dari Tragedi Sambas

Reporter Lingkarjatim.com berhasil mewawancarai Ummi Aida salah seorang anak yang dilahirkan tepat satu tahun sebelum tragedi Sambas pecah, Jumat, (05/05) siang tadi. Ia bercerita di usianya yang masih sangat dini, ia tidak mungkin tahu dan mengingat akan nasib yang menimpa saudara sesukunya. Karena pada saat itu yang ia kenal hanyalah dekapan hangat dari sang ibunda tercinta dan tetesan air susu ibunya mampu membuatnya sampai sekarang masih merasakan indahnya dunia.
Usia Ummi Aida mengingatkan pada konflik yang disulut dari isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan). Sudah 19 tahun ia menghirup udara dengan perjuangan yang penuh linangan air mata kedua orang tuanya. Kedua orang tuanya membanting tulang di Negeri Malaysia sudah belasan tahun, mungkin dia sudah lupa bahwa makanan khas daerahnya adalah Nasi Jagung. “Orang tua saya ada di Malaysia, saya berjumpa dengan beliau 5 tahun sekali,” ujar wanita kuliat putih dengan senyuman manisnya.
Ummi Aida tumbuh menjadi gadis pendiam yang menyembunyikan cerita kelam Suku Madura di Sambas. Pada usia yang sudah mulai tumbuh sifat simpati dan empati terhadap apa yang dialami orang lain. Ia sering kali mendapat cerita tentang apa yang menimpa keluarga di Sambas. Cerita-cerita kelam keluarga di masa lalu menjadi nyanyian rindu yang kelopak mata pun tak mampu membendung air kesedihan yang bersumber dari kenangan.
Kini, Aida menjalani pendidikan S1 di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, wanita yang aktif di lembaga pers ini menginginkan semua cerita kelamnya dimaafkan. ” saya memang korban, sudah seharusnya kita saling memaafkan, tapi jangan sampai lupa dengan sejarahnya,” ucap Aida dengan sambil menahan nafas.
Sampai saat ini, banyak anak-anak yang mengalami nasib yang sama dengan Ummi Aida, bahkan sudah ada yang sukses di luar jawa. (gazan)

Leave a Comment