Tanah yang Ditempati Tak Kunjung Jelas, Warga Dusun Sambas Ceritakan Kegelisahan Saat Hearing

Suasana hearing di Komisi A

BANGKALAN, Lingkarjatim.com – Komisi A DPRD Bangkalan melakukan hearing bersama Badan Pertanahan Nasional, Agraria dan Tata Ruang (BPN/ART) Kabupaten Bangkalan, Kamis (10/1/2019). Kegiatan itu guna membahas status lahan tanah pemukimam warga di Dusun Sambas, Desa Kelbung, Kecamatan Sepuluh, Bangkalan.

Hearing itu juga dihadiri oleh perwakilan masyarakat Dusun Sambas. Pembahasan berlangsung diruangan komisi A.

Warga Dusun Sambas sampai detik ini masih was-was dengan status tanah yang mereka tempati yang tak kunjung menemukan kejelasan.

Kekhawatiran itu bukan tanpa alasan. Mereka merasa suatu saat bisa diusir dari rumah yang telag ditempati. Sejak tahun 2000 awal menempati hingga saat ini tak satupun tanah rumah warga bersertifikat.

Moh Ali salah satu warga Dusun Sambas menceritakan kerusuhan sambas terjadi pada tahun 1999. Dirinya bersama warga lainnya menempati tanah milik perhutani tersebut pada tahun 2000.

“Jadi sudah 18 tahun disana, tapi belum ada kejelasan terkait itu. Kita ditempatkan disana oleh transmigrasi, sedangkan lahan tanahnya milik Perhutani,” tutur Moh. Ali.

Moh. Ali menyatakan bahwa perjanjian warga pengungsian dengan pihak transmigrasi pertama kali bisa mendapatkan sertifikat tanah setelah menempati dalam jangka waktu tiga tahun. 

Setelah itu dirinya mengajukan proposal melalui transmigrasi dan perhutani. Namun, lagi-lagi harus nunggu 5 tahun. Setelah menunggu 5 tahun penduduk para pengungsi mengajukan kembali namun belum ada tanggapan. Jadi sejak itu sampai sekarang sudah puluhan kali mengajukan.

“Yang terakhir itu 2 tahun yang lalu kami mengajukan ke perhutani namun ditolak tanpa memberikan alasan apapun,” keluh Ali saat Hearing bersama Legislatif dan BPN/ATR.

Hal itu membuat 370 Kepala Keluarga (KK) yang menempati lahan milik perhutani itu merasa resah dan gelisah. Walaupun lembaga pendidikan dan tempat ibadah sudah berdiri dan berkembang besar. “Namanya kita  menempati bukan milik sendiri ya tetap waswas,” ujarnya.

Sementara Kepala BPN/ART Bangkalan Laury Asrofil mengaku tak bisa berbuat apa-apa sebelum Surat Keputusan (SK) pelepasan lahan dikeluarkan oleh perhutani dan diserahkan kepada warga Dusun Sambas. “Kami belum bisa masuk keranah itu sebelum ada pelepasan lahan,” jelasnya

Dijelaskan Asrofil, informasi yang diterima ketika rapat berlangsung bahwa lahan milik perhutani sudah dilakukan tukar guling oleh transmigrasi. Namun hingga saat ini pihaknya belum menerima SK pelepasan lahan tersebut.

“Jadi kami belum bisa apa-apa, pasti warga disana resah. Tapi sebelum ada SK itu kami belum punya kewenangan, intinya pelepasan lahan dulu,” jelasnya.

Sementara itu Ketua Komisi A, Moh Sahri mengungkapkan, pihaknya kedepan akan mengadakan rapat gabungan antara pihak komisi A, Perhutani, tranmigrasi, BPN/ART, dan tokoh warga masyarakat Dusun Sambas.

“Wajarlah mereka was was, karena tanah rumah yang ditempati milik perhutani. Kami komisi A akan terus menyampaikan aspirasi warga tersebut,” tegasnya.

Dikatakan Sahri, persoalan yang perlu diklarifikasi adalah terkait informasi telah dilakukan tukar guling dan sejauh mana proses pembebasan lahan dari perhutani.

“Masyarakat disana butuh kejelasan tentang hal itu. Biar mereka tau sejauh mana dan sampai dimana proses pelepasan lahan. Biar tidak dihantui kewaswasan warga,” tandasnya. (Zan/Lim)

Leave a Comment