Pengamat Sebut Keterlibatan Perempuan dalam Politik Terkesan di Paksakan

Istimewa

BANGKALAN, Lingkarjatim.com– Keterlibatan perempuan dalam kontestasi politik masih dikatakan sangat minim, bahkan hanya sebagai pelengkap dalam politik patriarki atau dominasi laki-laki dalam kekuasaan.

Pengamat politik Jawa Timur Surokim Abdussalam mengatakan, perempuan belum menjadi penentu dan memiliki kontribusi signifikan dalam sistem dan kinerja bidang politik.

Sejauh ini partai politik juga masih kesulitan mencari kader yang militan dari partai politik sehingga bisa membantu proses pencalegan perempuan.

Bahkan hal itu berakibat pada quota 30% keterlibatan perempuan masih sulit dicapai baik secara kualitas maupun kuantitas.

“Itu lebih menyedihkan lagi ditingkat kab atau kota perempuan dalam politik lebih karena faktor Korupsi Kolusi dan Nepotisme,” jelasnya, Sabtu (25/08/2018).

Saat ini kata Surokim, perempuan hanya sebatas pelengkap dan untuk memenuhi syarat administratif semata. Selain itu calon perempuan banyak diambil karena faktor keluarga bukan karena kompetensi.

“Ya karena itu yang membuat semangat petarung calon perempuan sangat sedikit dalam politik,” ujarnya.

Menurut Dekan Fisib UTM itu, perbedaan kader perempuan dipusat sumber daya manusia sangat terlihat, memiliki kapasitas dan kompetensi sehingga dalam kontestasi politik serius untuk bertarung.

Hal itu sangat berbeda dengan kabupaten/kota tidak terlihat potret kemampuan dan kualitasnya.

“Mereka lebih banyak menjadi caleg karena permintaan dan bukan kehendak mandiri,” pungkasnya

Sementa itu tingkat melek terhadap politik (Political literacy) dan pengkaderan politisi perempuan belum berjalan sebagaimana mestinya.

“Belum sistemik, belum dilakukan profesional sepanjang waktu,” ungkapnya

Seharusnya lanjut Surokim, partai politik perlu berbenah dan didorong untuk bekerja sepanjang waktu dalam pendidikan politik dan memperbaiki sistem rekruitmen secara terbuka berdasarkan merit sistem, atau berdasarkan kualifikasi dan kompetensi dan kinerja yang adil dan wajar.

Sedangkan di di kabupaten Bangkalan ujar Surokim, lebih berat lagi tantangannya sebagai politisi perempuan, sebab sistem politik dibangkalan sangat patriarki.

“Ya maksud dan kehendak regulasi 30% begitu, tapi faktanya parpol kesulitan memenuhinya dan pada akhirnya terkesan dipaksakan,” tutupnya. (Zan/Atep/Lim)

Leave a Comment