Marak Kasus Penganiayaan Tokoh Agama dan Intimidasi Orang Gila, Ini Tanggapan Ketua MUI

KH Makruf Amin Ketua MUI Pusat

BANGKALAN, Lingkarjatim.com – Maraknya kasus penganiayaan terhadap tokoh agama yang terjadi akhir-akhir ini hingga menyebabkan intimidasi terhadap orang gila mendapat tanggapan dari Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Makruf Amin. Hal itu disampaikan saat ia menghadiri sebuah acara di Rumah Dinas Wakil Bupati Bangkalan, Sabtu (17/2/2018).

Menurut ulama kharismatik itu masyarakat harus cerdas dalam menanggapi isu-isu sara yang sekarang sedang berkembang, termasuk banyaknya kasus penganiayaan yang menimpa tokoh agama akhir-akhir ini.

“Ya kita sebagai masyarakat harus cerdaslah harus objektif dalam menilai sebuah isu. Kalau terkait kasus penganiayaan tokoh agama ya lihat dulu siapa itu yang dianiaya, kenapa dianiaya,” ujarnya.

Ia meminta agar masyarakat tidak gegabah dalam menyikapi sebuah isu yang belum tentu kebenarannya. Oleh karena itu lanjutnya, sebelum pihak berwenang mengeluarkan laporan resmi tentang sebuah kasus, jangan buru-buru membuat kesimpulan apalagi sampai main hakim sendiri.

“Kalau memang ada sesuatu yang mencurigakan alangkah lebih baiknya jika melaporkan hal itu kepada pihak kepolisian, jangan sampai main hakim sendiri,” imbuhnya.

Ia juga menghimbau agar masyarakat tidak mudah terprovokasi dengan isu-isu yang belum jelas agar tidak semakin menimbulkan kegaduhan. Namun meski demikian masyarakat harus meminta aparat penegak hukum untuk pengusut tuntas kasus-kasus yang terjadi secara transparan.

“Kalau aparatnya tidak seperti itu maka akan timbul dugaan-dugaan tentang rekayasa penganiayaan itu sehingga muncullah isu-isu yang tidak benar. Makanya kita jangan keburu mengecam atau terprovokasi,” tuturnya.

Terkait maraknya intimidasi terhadap orang gila karena disangkutpautkan dengan penganiayaan terhadap tokoh agama, ulama yang juga menjabat sebagai Rais Aam PBNU itu sekali lagi meminta pihak aparat penegak hukum untuk memberikan penjelasan secara rinci kepada masyarakat agar tidak multi tafsir.

“Kalau aparat sudah menjelaskan tidak akan ada tafsir-tafsir lain yang tidak benar di masyarakat,” pungkasnya.

Perlu diketahui berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun, akhir-akhir ini telah terjadi kasus penganiayaan terhadap sejumlah tokoh agama. Kasus pertama terjadi kepada Pimpinan Pondok Pesantren Al Hidayah Cicalengka, Kabupaten Bandung, KH Umar Basri (Mama Santiong). Ia menjadi korban penganiayaan usai Shalat Subuh di masjid.

Polisi menangkap pelaku penganiayaan yang kemudian diidentifikasi kemungkinan lemah ingatan. Kini, kondisi Kiai Umar semakin membaik dan pelaku sudah ditahan.

Belum jelas motif penganiayaan terhadap Kiai Umar, tiba-tiba muncul kasus baru yang bahkan menyebabkan meninggalnya Komando Brigade PP Persis, Ustadz Prawoto. Ustadz Prawoto meninggal dunia setelah sempat menjalani perawatan di rumah sakit akibat dianiaya seorang pria. Dugaan sementara, pelaku berinisal AM mengidap gangguan jiwa. Ia sempat diperiksa kondisinya di Rumah Sakit Jiwa.

Sedangkan pada Minggu (11/2), pendeta dan jemaat Gereja Santa Lidwina, Kabupaten Sleman, DIY, diserang. Empat jemaat luka-luka dan pendeta yang memimpin ibadah pun terluka akibat serangan menggunakan pedang. Keesokan harinya, terjadi perusakan masjid di Sukabumi dan Tuban.

Sementara pada Selasa (13/2) Pria bernama Wahyudin Firmansyah harus mendapatkan 9 jahitan di kepalanya akibat dihajar oleh massa di Kelurahan Sukaratu, Kecamatan Majasari, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten.

Wahyudin, yang mengalami gangguan kesehatan mental, menjadi sasaran amukan massa karena dituduh hendak membunuh seorang tokoh agama setempat yang bernama KH Encep Muhaemin. Massa yang menghajar Wahyudin juga menuduhnya sebagai anggota Partai Komunis Indonesia (PKI). (Lim)

Leave a Comment