Aktivis hingga Alumni Kritik Warek III UTM yang Menanggapi Surat Terbuka ke Kapolda

Dari kanan: Mathur Husyairi (Direktur Jaka Jatim), Agung Ali Fahmi (Warek III UTM) dan Dasuki Rahmat (Alumni UTM)

BANGKALAN, Lingkarjatim.com – Tanggapan Universitas Tronujoyo Madura (UTM) melalui Wakil Rektor (Warek) III Agung Ali Fahmi terhadap beredarnya surat terbuka yang ditulis salah seorang pemuda bernama Ahmad Ghazali yang mengaku mahasiswa UTM angkatan tahun 2017 mendapat tanggapan dari beberapa tokoh di Bangkalan.

Dalam tanggapannya itu Warek III menganggap seolah-olah surat yang ditujukan ke Kapolda Jatim terkait maraknya begal sudah merugikan pihak UTM dan membuat jelek nama UTM di masyarakat. Padahal maraknya begal di sekitar UTM yang terjadi selama ini sudah tidak terbantahkan lagi.

Seperti halnya yang dikatakan oleh Direktur Jaka Jatim Mathur Husyairi bahwa kasus begal ini bukan barang baru. Menurut dia, warga saja yang menyikapinya secara berlebihan tapi tidak membantu memberikan solusi.

“Kejahatan begal ini tanggungjawab kita bersama, pribadi (mahasiswa), masyarakat sekitar, pihak kampus dan Polres sebagai institusi yg mengayomi dan melindungi masyarakat,” katanya, Sabtu (29/6/2019).

Jadi kata dia, sangat tidak bijak juga jika terjadi begal, lantas ramai-ramai menyudutkan Polres untuk disalahkan. Seolah Polres Bangkalan tidak pernah berbuat apa-apa, padahal sudah ada tindakan tegas (tembak mati) DO pelaku begal oleh Polres sebelumnya.

“Sekarang kedepannya yang harus kita pikirkan, pertama tambah kewaspadaan, pihak kampus juga harus proaktif mendekati tokoh-tokoh di sekitar kampus, dirikan posko dan manfaatkan Satpam untuk ikut menjaga keamanan, polres juga harus tingkatkan patroli di kawasan rawan,” ucap Mathur.

“Yakinkan masyarakat untuk membantu ciptakan kondisi aman, dengan melaporkan kejadian secepatnya, bukan malah membiarkan korban tergeletak sendirian,” tambah Mathur.

Mengenai tanggapan Warek 3 UTM terhadap surat terbuka kepada Kapolda tersebut  menurut Mathur, hal paling penting bukan kepo atau panik dengan tulisan yang viral itu, seolah-olah kampus UTM dirugikan dan jelek namanya di masyarakat.

Padahal lanjut dia, fakta yang terjadi sudah tak terbantahkan. Jadi jika semua hanya sibuk mencari atau menyalahkan si penulis surat terbuka tersebut, kapan bisa dapat solusi untuk mengatasi kejadian sadis ini.

“Ayo bersama kita jaga keamanan diri, keluarga dan lingkungan, terutama lingkungan kampus yang mahasiswanya selalu jadi sasaran empuk penjahat begal. Pemerintah daerah juga harus support apa yang dibutuhkan Polres di daerah rawan, khusunya UTM juga harus suport apa yang dibutuhkan Polres. Apa perlu warga melakukan hakim jalanan dengan dipersenjatai?,” Pungkasnya.

Senada salah satu alumni UTM Dasuki Rahmat juga menanggapi tanggapan Warek 3 UTM dengan penuh kecewa. Sebab kejadian begal sadis itu tidak hanya terjadi sekali saja, melainkan berkali-kali.

“Saya orang Bangkalan dan juga Alumni UTM
Saya agak kecewa tanggapan Warek 3 dan Polres Bangkalan terkait masalah Begal yang sudah beberapa kali telah membuat mahasiswa dan dosen jadi Korban. Kita bisa tanyakan kepada semua orang yang sering melewati jalur itu bahwa mereka mengalami resah dan ketakutan yang sama,” paparnya.

Sebab, kata dia kasus yang tidak hanya mengancam kendaraan tapi juga nyawa pemiliknya ini tidak bisa di tanggapi dengan hanya menyodorkan data statistik penurunan tindak kriminal begal itu, namun semua harus introspeksi dan mendudukkan masalah serta penyelesaiannya dengan benar.

“Surat terbuka dan gerakan mahasiswa yang kemarin itu mewakili keresahaan dan rasa takut masyarakat ketika melewati jalur “Neraka” itu,” Cetus Dasuki.

Membahas masalah luka dan ancaman nyawa pemilik kendaraan ujar dia, tidak cukup dengan menyodorkan data grafik penurunan angka maksimal dijalan akses UTM-Suramadu. Sebab setiap ketakutan dan luka serta harta benda yang dirampas itu sangat bernilai.

“Saya dan masyarakat bangkalan tetap mengapresiasi penurunan angka kriminalitas itu, tapi bagaimana dengan perasaan tidak aman itu, bagaimana yang masih mengalami kejadian itu, UTM juga tisak bisa cuci tangan dan menyalahkan yang bikin surat,” terangnya.

Sebab menurut Dasuki, surat itu sangat konstruktif, bahkan gerakan mahasiswa kemarin itupun juga sangat baik. Diapun menyebut UTM belum mampu membangun harmoni dengan Kades dan para tokoh sekitar.

“Maaf saya juga alumni UTM dan sering melewati jalur neraka itu, dan alhamdulillah sampai saat ini masih dilindungi oleh tuhan. Tapi tulisan dan gerakan yang kemarin itu juga mewakili saya dan banyak orang lainnya,” tutup Dasuki. (Atep/Lim)

Leave a Comment