SURABAYA, Lingkarjatimcom – Meskipun sempat jadi kontroversi yang diwarnai penolakan oleh beberapa dosen Universitas Airlannga (Unair) Surabaya, penganugerahan gelar doktor honoris causa (DR HC) dalam bidang ilmu Sosiologi Politik kepada Muhaimin Iskandar atau yang sering disapa Cak Imin tetap dilaksanakan, Selasa (3/10/2017) pagi.
Penganugerahan gelar doktor honoris causa diawali dengan penyampaian orasi ilmiah dengan judul “Mengelola Kebhinekaan untuk Kemajuan dan Kesejahteraan Bangsa”. Dalam Orasi tersebut Ketua Umum DPP PKB itu sempat menyinggung persoalan fundamentalisme Agama untuk mendirikan Khilafah.
Ia menyampaikan, persatuan dan kesatuan negara ini dirajut oleh Pancasila dan dijunjung dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika. Anugerah kemajemukan ini ditambah dengan potensi alamnya yang luar biasa.
Indonesia, lanjutnya, mampu menyikapi konflik yang ditimbulkan karena perbedaan etnis dan lainnya, sehingga tidak menjadi besar dan memecahkan persatuan bangsa, seperti terjadi di beberapa negara lain.
“Kelangsungan dan kemajuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) akan sangat ditentukan oleh kemampuannya menghadapi tantangan seperti etnonasionalisme dan masalah kebhinekaan, fundamentalisme agama yang berminat mendirikan Khilafah transnasional, dan fundamentalisne pasar yang melahirkan frustasi dan ketimpangan,” Ungkapnya
Menurutnya, NKRI akan eksis dan berjaya jika sanggup mengelola kebhinekaan dan mampu mentransformasikan nasionalisne etnis menuju nasionalisme kewargaan. Selain itu, dirajut dengan prinsip-prinsip dasar dan sejarah, serta karakter lokal Islam Indonesia yang toleran dan moderat, Indonesia memiliki semua syarat untuk menjadi bangsa yang maju dan sejahtera. Dengan stabilitas politik dan pembangunan nasional yang inklusif, Indonesia dapat beranjak maju dari negara berkembang berpendapatan menengah dengan PDB per kapita 3.540 Dollar AS menjadi negara maju dengan PDB per kapita di atas 11.750 Dollar AS.
Lebih lanjut disampaikannya, pembangunan ekonomi membutuhkan stabilitas politik. Stabilitas politik membutuhkan kemampuan mengelola fitrah kebhinekaan sebagai modal sosial untuk mendorong maju roda pembangunan.
“Fitrah kebhinekaan akan dapat terpelihara di taman sari kehidupan yang adil dan sejahtera, dengan distribusi kemakmuran yang merata,” ujarnya.
Hadir dalam kesempatan itu, Ketua Umum PBNU KH. Said Aqil Siradj, Mantan Menko Perekonomian Chairul Tanjung, Mantan Ketua MK Mahfud MD, Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri ESDM Ignasius Jonan, Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo, Menteri Riset, Teknologi dan Perguruan Tinggi M. Nasir, Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, Ketua MPR RI Zulkifli Hasan, Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon, gubernur, wagub, bupati/walikota dari berbagai daerah, anggota DPR RI, pimpinan parpol, serta Wali amanah Unair. (Sul/Lim)