SUMENEP, Lingkarjatim.com — Namanya memang menyeramkan, ‘nasi pocong’. Nasi yang dijual di rumah Ibu Basta di Dusun Karangkeng, Desa Batang-Batang Daja, Kecamatan Batang-Batang, Sumenep. Tempatnya sekitar 100 meter sebelah timur daya Balai Desa Batang Daja.
Awalnya, Basta berjualan nasi seperti pada umumnya, nasi campur. Julukan mistik ini bermula, saat beberapa orang pemuda hendak membeli nasi ke rumahnya. Jalannya dari jalan raya yang kala itu melalui sebuah kuburan, konon pemuda itu bertemu makhluk halus berupa pocong, waktunya kala itu tengah malam.
Tanpa keberatan, si penjual nasi ini menerima julukan itu. Namun, hal itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan nasi yang dijual Basta. Murni julukan masyarakat yang berawal dari aura mistik yang dijumpai beberapa pemuda tersebut.
Semakin lama julukan ‘nasi pocong’ semakin booming di telinga masyarakat. Julukan mistik itu akhirnya membawa berkah tersendiri bagi Ibu Basta. Karena penasaran, masyarakat dari berbagai daerah, baik masyarakat Batang-Batang, bahkan kecamatan lain seperti Dungkek, Gapura, Batuputih, bahkan dari Kota Sumenep datang untuk beli ‘nasi pocong’ ke rumah Basta.
Nasi ini dijual tidak setiap malam, hanya dua kali dalam seminggu. Yakni malam Selasa dan Malam minggu. Basta mulai menjual nasi ini mulai ba’da isya, hingga pukul 24.00 dini hari. Kadang, dari saking ramainya pembeli, habis sebelum jam itu.
Penasaran, jurnalis media ini mencoba mendatangi rumah Basta, Sabtu (11/04) atau malam Minggu sekitar pukul 20.00 WIB. Tak ayal, setiba di tempat, puluhan pembeli dan pelanggan setia ‘nasi pocong’ sudah ngantri. “Jadi, sebutan ‘nasi pocong’ ini dari masyarakat sini,” kata Basta sembari melayani pelanggannya.
Jalannya tak sama seperti dulu, kini sudah tidak melalui kuburan lagi. Disebelah utara Balai Desa Batang-Batang Daja, ada gang ke arah kanan jalan jika perjalanan dari arah kota menuju Desa Legung. Jalannya agak lebar, tak sekecil dulu.
Dengan semakin penasaran dengan melihat ramainya pembeli, jurnalis media ini akhirnya baru bisa menikmati ‘nasi pocong’ setelah sekitar dua jam ikut antri. Sekitar jam 23.00 WIB, baru dapat giliran pelayanan Basta. Maklum, pemesan lebih dulu banyak yang pesan dengan dibungkus, 10 bahkan ada yang 20 bungkus.
“Saya dari jam tujuh (19.00 WIB, red), tapi ini dapetnya berbarengan dengan sampean yang datangnya belakangan. Ya lumayan lama lah antrinya. Pegal sudah kaki karena nunggu,” ucap Arman sembari menikmati ‘nasi pocong’ kepada jurnalis media ini.
Nasinya sederhana, menunya ala kadarnya. Nasi putih, urap kelapa, kecambah, sambal, dan ote-ote. Juga ada telur goreng mata sapi sebagai lauk tambahan. Harganya cukup murah, bisa dibeli dengan Rp 4 ribu, maupun Rp 5 ribu. Harga sangat sepadan dengan rasa dan kenyang yang dirasakan.
“Saya hampir setiap minggu kesini. Awalnya coba-coba karena penasaran dengan sebutannya. Tetapi ternyata nasinya tidak menyeramkan. Malah enak untuk dimakan,” kata pengunjung lain, Hosman sembari tertawa.
‘Nasi pocong’ ini memberikan ke khasan tersendiri. Dengan dibungkus daun pisang beralaskan daun jati, memberikan aroma berbeda terhadap ‘nasi pocong’ Basta. Disamping sambalnya yang pedas manis.
Selain bisa beli dengan dibungkus untuk kekuarga dirumah, pembeli juga bisa membeli dan disantap langsung di rumah Basta. Tak sedikit, selain dimakan langsung, pembeli juga nambah dengan membungkus ‘nasi pocong’, seperti yang dilakukan jurnalis media ini. (Abdus Salam).