Ratapan Penjual Nasi Kuning Bisa Berangkat Haji

Tipa Iya Santono (50), penjual nasi kuning calon haji asal Kabupaten Probolinggo

SURABAYA, Lingkarjatim.com – Nasib baik tampaknya berpihak pada Tipa Iya Santono (50), seorang janda asal Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Perempuan yang berjualan nasi kuning di sebuah sekolah di Probolinggo ini bisa berangkat ke Tanah Suci.


Usaha Ibu Tipa, sapaan akrabnya, bukan tanpa sebab. Ia rela berjualan nasi kuning dengan penghasilan pas-pasan, dan hidup sederhana bersama almarhum suaminya.

Ibu Tipa rela bangun pagi-pagi sekali untuk memulai berjualan nasi kuning di sah satu sekolah di Probolinggo. Nasi kuning dengan lauk tempe dan tahu itu, dijual ke siswa-siswi madrasah ibtidaiyah.

“Saya sudah berangkat berjualan ke sekolah jam 06.00 WIB nak. Meski di sekolah banyak penjual nasi, tapi Alhamdulillah rezeki tidak pernah tertukar nak,” kata Ibu Tipa, ditemui di Asrama Haji Sukolilo Surabaya, Rabu malam (10/7/2019).

Keuntungan yang diperoleh Ibu Tipa dari berjualan tidak banyak, hanya Rp20 ribu per harinya. Sementara almarhum suami Ibu Tipa yang bernama Miskat (semasa hidup), hanyalah seorang pemulung kardus. Penghasilan dari almarhum Miskat tidak seberapa, namun keduanya mampu membuktikan bahwa usaha tidak pernah menghianati hasil.

Setelah bertahun-tahun menabung, Ibu Tipa bersama almarhum suaminya akhirnya bisa mendaftar haji. Ibu Tipa menyetorkan uang sebanyak Rp5 juta kepada Saiful Bahri (pemilik KBIH) di Probolinggo. “Uang itu saya kumpulkan bersama almarhum suami sudah bertahun-tahun, hingga ahirnya bisa mendaftar haji,” ujarnya.

Namun, Ibu Tipa tidak seberapa ingat kapan ia mulai menabung dan mendaftar haji. Ia mengaku hanya ingat almarhum suaminya, mendapat panggilan untuk ke Tanah Suci pada tahun 2018.

Namun, Miskat gagal berangkat haji pada tahun 2018. Sebab, Miskat mendadak sakit ketika sesampainya di Asrama Haji Sukolilo Surabaya. “Kemudian suami saya dipulangkan karena sakit. Beberapa hari setelah suami pulang, suami meninggal dunia. Kemudian Hajinya suami dibadalkan oleh pihak KBIH,” kata Ibu Tipa meneteskan air mata.

Ibu Tipa mengingat betul perjuangan almarhum suaminya, agar bisa berangkat ke Tanah Suci. Selain bekerja keras, Miskat selalu menyisihkan rezekinya hasil sebagai pemulung. Bahkan almarhum suaminya rela kelaparan demi menabung untuk haji. 

“Bapak itu nak, sering nahan lapar kalau kerja. Gak mau makan di luar seperti di warung. Bapak itu mau kelaparan, makannya hanya di rumah. Alasannya katanya eman uangnya, mending untuk nabung haji,” Kenang Ibu Tipa.

“Kalau kami punya uang hanya Rp20 ribu, bapak rela pergi ke rumah Pak Saiful melewati tiga kecamatan, hanya menggunakan sepeda ontel yang di belakangnya ada kardusnya nak. Uang Rp20 ribu itu kadang dalam bentuk recehan Rp1.000 hingga Rp2.000,” kenang Ibu Tipa meneteskan air mata.

Ibu Tipa mengaku kuat biaa bertahan hidup meski sebatang kara. Tipsnya, kata Ibu Tipa, dirinya selalu berdzikir sambil jualan nasi kuning. “Saya dan suami setiap jam 03.00 WIB, bangun untuk solat tahajud, berdoa kepada Allah nak. Ya Allah saya senang nak, damai dan sejuk hati itu nak. Di waktu-waktu itulah, langit terbuka untuk doa-doa kita,” kata Ibu Tipa terharu.

Setelah sampai di Tanah Suci, tidak banyak harapan Ibu Tipa. Dia mengaku hanya ingin mendapat bekal untuk ke akhirat nanti, atau pulang ke rahmatullah. “Orang hidup itu pasti pulang nak, pulang ke rahmatullah. Kita semua butuh sangu atau bekal ke akhirat. Saya hanya butuh itu nak,” kata Ibu Tipa kembali meneteskan air mata.

Ibu Tipa tergabung dalam kloter 14. Dia akan terbang dari Bandara Juanda Surabaya menuju Madinah pukul 06.30 WIB, Kamis, 11 Juli 2019. Kemudian rombongan akan tiba di Madinah di hari yang sama pukul 13.30 waktu setempat. (Mal/Lim)

Leave a Comment