Menu

Mode Gelap

KELAKAR · 12 Aug 2017 08:34 WIB ·

PROBLEMA OTONOMI DESA


PROBLEMA OTONOMI DESA Perbesar

JAMIL, S.H, M.H.

OPINI, Lingkarjatim.com – Pasal 18 UUD 1945 hasil amandemen memberikan hak otonomi hanya kepada daerah Provinsi, daerah kabupaten dan kota dan tidak untuk pemerintahan desa. Hal ini berbeda dengan konstruksi pasal 18 UUD 1945 sebelum amandemen yang mengatakan, “pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahnnya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa”.

Bunyi pasal 18 UUD 45 sebelum amandemen tidak menegasakan daerah provinsi, kabupaten/kota, dan desa sebagai daerah yang memperoleh hak pengelolaan pemerintahan secara otonom, tetapi pasal tersebut hanya menyebut pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang. Atas dasar tersebut, sangat beralasan bila frasa “daerah kecil” yang termaktub dalam konstitusi tersebut dimaknai sebagai pemerintahan desa dan menjadi dasar pengelolaan desa secara otonom.

Meskipun UU. No.6 Tahun 2014 Tentang Desa (UU Desa) tidak secara ekspilisit menyatakan otonomi desa, namun bila dilihat dari sejumlah kewenangan yang diberikan UU Desa tersebut khususnya kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa, pemerintahan desa sudah dapat mengelola pemerintahannya secara otonom.

Berkaitan dengan hal ini, Haw wijaya,(2005) dalam bukunya yang berjudul “Otonomi Desa Merupakan Otonomi Asli, Bulat dan Utuh”, mengatakan bahwa sistem pemerintahan desa diera reformasi lebih nyata dan asli karena mengakui adanya hak asal usul dan adat istiadat yang berkembang diperdesaan untuk dilestarikan dan dikembangkan sebagai salah satu kekayaan budaya yang ada dipedesaan.

Seiring dengan apa yang disampaikan oleh Haw Wijaya diatas, Zudan Arif Fakrullah,(2014) mengatakan bahwa pelaksanaan hak otonom pada pemerintahan desa memiliki ke khususan yang membedakan dengan hak otonom ditingkat provinsi dan kabupaten. Kekhususan tersebut meliputi: Pertama, otonomi desa bukan merupakan implikasi dari adanya penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah kepada pemerintah desa melalui kebijakan desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan. Kedua, otonomi desa diselenggarakan berdasarkan hak asal usul dan adat istiadat masyarakat setempat, sehingga otonomi desa lebih bermakna sebagai otonomi masyarakat desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan bersama sesuai dengan sistem nilai sosial budaya masyarakat setempat. Dengan demikian landasan konstitusional dari pelaksanaan otonomi desa bukanlah Pasal 18 UUD 1945 tetapi Pasal 18B ayat (2) UUD 1945.

“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”.

Mencermati pendapat kedua pakar tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pengelolaan pemerintahan desa masih berbasis pada kearifan lokal (local wisdom) yang terdapat didesa masing-masing sesuai dengan adat istiadat yang berkembang, berbeda dengan pengelolaan pemerintahan diatasnya yang harus didasarkan pada aturan-aturan normatif administratif (rechtmatig bestuur) dalam setiap menjalankan urusan-urusan pemerintahan yang diperoleh berdasarakan kewenangan otonomi dari pemerintah pusat.

Desa-desa disejumlah daerah masih sangat banyak yang tidak memiliki struktur dan infrastruktur yang memadai. urusan desa yang tidak dapat dibilang sederhana, hanya diurus oleh kepala desa dan sekretris desa tanpa didukung oleh fasilitas kantor yang memadai juga sering ditemukan disejumlah daerah.

Hal tersebut seharusnya juga difahami oleh aparat penegak hukum, agar lebih bijak dalam menindak setiap pelanggaran yang dilakukan oleh aparat pemerintah desa. Pemerintah desa masih sangat membutuhkan pembinaan dan penyesuaian dalam melakukan pengelolaan pemerintahan dengan berbagai aturan-aturan adminsitratif yang terkadang substansi aturannya juga banyak memiliki masalah berupa benturan kewenangan (konflik norma) dan multi interpretatif.

Penulis adalah (DOSEN FH UBHARA DAN PENGURUS LPBH PW. NU. JATIM)

Facebook Comments Box
Artikel ini telah dibaca 0 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Jelang Pilkada, PKB Buka Pendaftaran Calon Bupati Bangkalan 2024

24 April 2024 - 17:32 WIB

Peringati HPN 2024, PWI Sidoarjo Bagikan Sembako untuk Warga Terdampak Banjir

24 April 2024 - 17:24 WIB

Halalbihalal dengan Wartawan, PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Gaungkan Peduli Lingkungan

23 April 2024 - 19:52 WIB

Terjerat Kasus Korupsi, Mantan Bupati Malang RK Akhirnya Bebas Bersyarat

23 April 2024 - 16:37 WIB

Pelantikan ASN Sidoarjo Cacat Prosedur, Sekda : Saya Mohon Maaf

23 April 2024 - 16:15 WIB

Tabrak Mobil Tronton, Suami Istri Pengendara Honda Vario Meninggal Dunia

23 April 2024 - 15:42 WIB

Trending di HUKUM & KRIMINAL