SURABAYA, Lingkarjatim.com – Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Timur mengungkap praktik aborsi di sejumlah daerah di Jatim. Kegiatan tersebut dilakukan seorang tersangka berinisial LWP, yang berpura-pura sebagai tenaga kesehatan yang telah memiliki izin praktik di wilayah Kota Surabaya.
“Tapi kenyataannya, perempuan berinisial LWP itu bukan tenaga kesehatan dan tidak memiliki izin praktik. Jelas itu melanggar ketentuan Undang-Undang,” kata Wadirkrimsus Polda Jatim, AKBP Arman Asmara, saat menggelar konferensi pers di Mapolda Jatim, Surabaya, Selasa (25/6/2019).
Arman menjelaskan, LWP biasa menjalankan praktiknya di tempat kos yang ada di di daerah Jambangan Surabaya, dan di rumah tinggalnya di daerah Pondok Jati Sidoarjo. Namun LWP juga kerap melakukan praktik aborsi di hotel, sesuai pesanan kliennya.
“Pasien atau kliennya berasal dari berbagai daerah di Jatim, di antaranya Sidoarjo, Surabaya hingga Banyuwangi,” kata Arman.
Selain LWP, polisi juga menangkap enam tersangka lainnya yakni TS, MSA, RMS, MB, VN, dan FTA, dengan peran berbeda-beda. MB, VN, dan FTA memiliki peran sebagai penyuplai obat keras kepada LWP, sementara MSA dan RMS sebagai perantara yang menjembatani orang yang ingin melakukan aborsi, yang kemudian disambungkan kepada LWP.
“Sementara TS adalah tersangka yang menggugurkan kandungannya dengan bantuab LWP. Tersangka MSA dan RMS lah yang telah membantu mengkububgkan TS ke LWP,” kata Arman.
Arman mengungkapkan, kasus ini bermula dari informasi masyarakat tentang adanya praktik aborsi yang tidak sesuai ketentuan Undang-Undang pada Maret 2019. Polisi pun langsung melakukan penyelidikan atas informasi tersebut. Kemudian, lanjut Arman, pihaknya melakukan kegiatan undercover, dalam upaya membongkar praktik aborsi tersebut.
“Selanjutnya petugas mampu mengungkap praktik aborsi tersebut dan dan melakukan penggeledahan di kamar 1120 Hotel Great Diponegoro, Jalan Raya Diponegoro Surabaya, dan ditemukan adanya praktik tanpa izin yang dilakukan LWP,” kata Arman.
Para tersangka, terancam hukuman dalam Pasal 83 dan 64 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. Kemudian Pasal 194 Undang-Undang nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Mereka juga terancam Pasal 55, 56, dan 346 KUHP. (Mal/Lim)