Piutang Retribusi Rp 4,2 Miliar, Jaka Jatim Sebut e-RPas Sampang Alternatif Bukan Solusi

MIRIS, keberadaan sejumlah kios di Pasar Margalela belum mampu memberikan pendapatan daerah Kabupaten Sampang.

SAMPANG, Lingkarjatim.com – Keseriusan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sampang dalam upaya pengembalian piutang retribusi pasar tergolong lemah. Pasalnya hingga kini Kota Bahari tersebut mempunyai piutang sebesar Rp 4,2 miliar selama sepuluh tahun terakhir.

Informasi yang dihimpun Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksan Keuangan (LHP-BPK) tahun 2018, kualitas piutang kurang lancar sebesar Rp 487.903.230, piutang diragukan sebesar Rp 1.644.448.839, sementara piutang macet mencapai Rp 2.099.441.670.

Dengan rincian Tahun 2009 sebesar Rp 83.845.500, 2010 sebesar Rp 51.734.200, 2011 sebesar Rp 418.686.580, 2012 sebesar Rp 535.584.515, 2013 sebesar Rp 542.235.950, 2014 sebesar Rp 467.354.925, 2015 sebesar Rp 441.600.830, 2016 sebesar Rp 580.515.190, 2017 sebesar Rp 622.332.819, dan pada tahun 2018 sebesar Rp 487.903.230.

Saat dikonfirmasi, Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagprin) Kabupaten Sampang, Wahyu Prihartono membenarkan tingginya piutang dari retribusi pasar tersebut, sayangnya pihaknya mengklaim bahwa tingginya piutang tersebut merupakan peninggalan dari Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset (Dispendaloka) setempat yang dialihkan kepada pihaknya.

“Tiga miliar lebih yang dialihkan ke kami, dan proses penyelesaian terus kami lakukan secara bertahap,” katanya.

Tak ingin dianggap lemah, pihaknya mengumbar solusi untuk mencegah kebocoran retribusi pasar, dengan diterapkannya e-retribusi pasar (e-RPas). Yang melakukan penarikan retribusi tersebut langsung dari Bank Jatim.

Selain itu, pihaknya menjelaskan bahwa persoalan tingginya piutang tersebut cukup kompleks, dimana banyak objek retribusi yang tidak mau bayar sesuai ketentuan Perda baru, tapi bayar sesuai Perda lama seperti di Pasar Karang Penang.

“Dengan menggukan e-RPas ini diharapkan mampu meminimalisir kebocoran yang kerap terjadi,” tambahnya.

Sementara itu Sekjen Jaringan Kawal Jawa Timur (Jaka Jatim) Tamsul menilai tingginya piutang retribusi pasar menjadi indikator lemahnya kinerja Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait. Objek retribusi pasar sebenarnya sudah ada dan tinggal melakukan penarikan.

“Ini terkesan dilakukan pembiaran tanpa ada upaya nyata untuk menyelesaikan piutang yang terus bertambah,” katanya.

“Kalaupun dinas terkait telah berupaya melakukan penyelesaian, mana buktinya, bahkan dari hasil audit tidak ada upaya pengembalian setiap tahun, padahal sudah jelas rekomendasi yang termaktub,” timpalnya.

Ia juga mengatakan bahwa sistem yang diterapkan dalam penarikan retribusi banyak yang tidak sesuai. Alhasil, target retribusi yang semestinya terpenuhi, tidak bisa tercapai.

“Harusnya ada sanksi yang jelas kepada objek retribusi saat menunggak retribusi, jangan-jangan hanya menargetkan tapi tidak dikerjakan,” tegasnya.

“Pemkab mestinya mencari solusi penyelesaian, penerapan e-RPas alternatif meminimalisir kebocoran, lalu solusi penyelesaian piutang selama sepuluh tahun apa?,” Tanyanya.

Pihaknya meminta agar Bupati Sampang mengevaluasi kinerja OPD terkait yang membidangi soal piutang tersebut, karena kinerja OPD yang ada sangat berpengaruh terhadap kepemimpinan bupati selanjutnya.

“Raport kinerja dari setiap OPD seharusnya menjadi catatan pimpinan dan mencari solusi untuk menyelesaikannya,” tukasnya.(Hyd/Lim)

Leave a Comment