Pengelolaan APBDes di Kepulauan Sepudi Mendapat Sorotan, Sejumlah Desa Mulai Disoal

Ilustrasi

SUMENEP, Lingkarjatim.com – Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) di Kepulauan Sapudi, Sumenep, Jawa Timur mulau mendapat sorotan. Salah satunya dari LSM Lembaga Independen Pengawas Keuangan (LIPK).

Ketua LIPK Latif Sadi mengatakan, pengelolaan keuangan desa di kepulauan tersebut terkesan minim pengawasan dari yang berwenang. Sehingga menyebabkan pengelolaan APBDes disejumlah desa kurang transparan.

Selain itu, kata dia sumber daya perangkat desa juga dinilai kurang memadai. Akibatnya, pengelolaan keuangan desa berpotensi untuk dipermainkan hingga menimbulkan kerugian negara.

Bahkan, dia juga menyebutkan, sejumlah desa sudah dia laporkan ke Kejaksaan Negeri Sumenep. Kata dia, berdasarkan data dan analisa yang dilakukan, pengelolaan APBDes di sejumlah desa tersebut berpotensi menimbulkan kerugian negara.

Namun Ia enggan menyebutkan desa yang dilaporkan ke Korp Adhiyaksa tersebut. Kendati demikian, sebagai sampel, ia yakin laporan yang dilayangkan ke Kejaksaan sudah memenuhi syarat berdasarkan asas kepastian.

“Laporan itu telah memenuhi syarat berdasarkan asas kepastian bukan analisa sebagai perkiraan (potential loss), tetapi benar sudah terjadi atau nyata (actual loss), disalah satu desa di kepulauan Sapudi, kerugian negara pengelolaan APBDesa 2015-2018 mencapai hampir miliaran rupiah,” katanya, Senin (26/08).

Akibat lemahnya SDM perangkat desa, kata dia, akuntabilitas pengelolaan keuangan desa juga patut dipertanyakan. “Sehingga akibat lemahnya SDM mulai proses penganggaran sampai pertanggungjawaban dan pelaporan mengakibatkan akuntabilitas kegiatan yang dilaksanakan diragukan atau tidak diyakini kebenarannya”, jelasnya.

Bahkan dia berani menyebutkan, selama ini, sejumlah kepala desa di Kepulauan Sepudi menggunakan wewenangnya hingga melebihi batas. Salah satunya, kata Latif kepala desa berani memasukkan kegiatan fiktif dalam penyusunan APBDes.

Bahkan, kata Latif harga satuan barang dicatat melebihi harga pasar, sedangkan barang yang dibeli, kata dia seringkali tidak sesuai dengan yang dilaporkan ataupun dicatat dalam APBDes.

“Tidak kalah menariknya terdapat pengeluaran Pembayaran Honor Pelaksana Kegiatan yang belum mempunyai kekuatan hukum, sehingga besarannya asal-asalan sebab tidak punya standarisasi harga satuan,” tegasnya.

Sementara itu, Kasi Intel Kejari Sumenep, Novan Benardi belum bisa dimintai konfirmasi terkait laporan yang dilayangkan LIPK. Dihubungi via telephonnya, Senin (26/08, dia mengatakan masih berada di luar kota. (Lam/Lim)

Leave a Comment