Pemprov Jatim dan Lubang Temuan LHP BPK

 

Oleh: Agussalim*

OPINI, Lingkarjatim.com – Ada istilah yang mengatakan jangan sampai jatuh di lubang yang sama sebanyak dua kali apalagi sampai berkali-kali. Istilah itu mengibaratkan jangan sampai kesalahan yang sama dilakukan berulang-ulang. Karena ketika ada orang yang melakukan kesalahan yang sama secara berulang-ulang pertanda orang itu adalah orang yang rada-rada kurang pintar.

Masih mending jika kesalahan pertama yang ia lakukan karena tidak sengaja. Atau bahkan kesalahan selanjutnya yang ia lakukan karena tidak sadar atau lupa ia pernah melakukan kesalahan serupa. Jika itu yang terjadi istilah diatas sangat tepat digunakan. Karena jatuh di lubang yang sama bisa jadi karena ketidaksengajaan atau ketidaksadaran.

Tapi bagaimana jika istilah jatuh di lubang yang sama diganti dengan istilah menjatuhkan diri ke lubang yang sama, tentu penafsirannya bisa berubah. Menjatuhkan berasal dari kata jatuh dengan imbuhan ‘men’ dan akhiran ‘an’. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata menjatuhkan mempunyai arti membuat jatuh. Sangat jelas ada unsur kesengajaan dalam kata menjatuhkan.

Lalu apa artinya istilah menjatuhkan diri ke lubang yang sama? Jika berdasarkan makna diatas, menjatuhkan diri ke lubang yang sama diibaratkan dengan orang melakukan kesalahan secara berulang-ulang dengan faktor kesengajaan dan penuh kesadaran. Apa istilah yang tepat untuk orang seperti itu? Lebih dari sekedar manusia kurang pintar.

Apakah istilah diatas hanya bisa diibaratkan ke orang secara personal saja? Tentu saja tidak. Sebuah keluarga, organisasi, pemerintahan, bahkan negara pun bisa mengadopsi istilah diatas. Fokus ke pemerintahan. Sebuah pemerintah baik itu tingkat satu atau tingkat dua sangat rentan sekali melakukan kesalahan secara berulang-ulang baik di sengaja ataupun tidak di sengaja.

Kita contohkan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur yang beberapa tahun belakangan sering menjatuhkan dirinya ke lubang yang sama, dengan artian kesalahan yang pernah dilakukan di tahun sebelumnya dilakukan di tahun selanjutnya. Parahnya lagi kesalahan itu tak hanya dilakukan satu kali tapi berkali-kali. Entahlah apakah itu dilakukan secara disengaja atau tidak sengaja.

Yang jelas jika suatu pemerintahan melakukan suatu kesalahan pasti akan ada yang mengawasi. Jika ada yang mengawasi pasti akan ada yang menegur. Jika ada yang menegur pasti akan sadar tentang kesalahan yang dilakukan. Jika telah sadar dengan kesalahan yang dlakukan otomatis kalau pemerintahan yang waras tidak akan mengulangi lagi kesalahan yang sama.

Bagaimana dengan kesalahan berulang-ulang yang dilakukan oleh Pemprov Jawa Timur, apakah dilakukan dengan sengaja atau tidak di sengaja? Ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama Pemprov Jatim sengaja melakukan itu meskipun sudah di awasi dan di ingatkan karena memang pemerintahannya tidak waras. Kemungkinan kedua Pemprov Jatim tidak sengaja melakukan itu karena memang pengawasnya tidak mengawasi dan tidak mengingatkan, jika demikian berarti pengawasnya yang tidak waras.

Memang apa kesalahan yang dilakukan oleh Pemprov Jawa Timur secara berulang-ulang? Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2016, Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Kepatuhan Terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-undangan dapat dicontohkan misalnya, di tahun anggaran 2016 Pemprov Jawa Timur melakukan kelalaian dalam penyusunan anggaran dan realisasi belanja jasa konsultasi. Oleh sebab itu LHP BPK merekomendasikan Gubernur Jawa Timur memperingatkan PPK yang lalai dalan penyusunan biaya personil dalam RAB yang belebihi standar yang telah ditetapkan.

Meskipun Pemprov Jatim telah melaksanakan rekomendasi tersebut dan juga telah melakukan penyetoran kelebihan pembayaran ke kas daerah, namun di tahun berikutnya kejadian serupa terulang kembali.

Parahnya lagi dari data yang sama, pada tahun anggaran 2014 Pemprov Jawa Timur memberikan dana hibah ke Rumah Sakit Pura Raharja dengan jumlah Rp.12.500.000.000. Tak sampai disitu pemberian dana hibah ke Rumah Sakit yang sama dilanjutkan pada tahun anggaran 2016 dengan jumlah yang lebih besar, yaitu Rp.30.000.000.000.

Bukannya tanpa masalah, dana hibah yang diberikan pada tahun 2014 dan 2016 diketahui terdapat kelebihan perhitungan volume beton dan besi. Pada tahun 2014 kelebihan tersebut berjumlah Rp.528.192.169,95. Dan pada tahun 2016 berjumlah Rp.423.995.019,97. Anehnya permasalahan tersebut diketahui berdasarkan LHP Inspektorat Provinsi Jawa Timur pada tahun 2017.

Lantas pertanyaannya, kenapa kelebihan volume pada dana hibah untuk RS tersebut di tahun anggaran 2014 tidak dipermasalahkan? Baik oleh pihak BPK, Aparat Penegak Hukum (APH) ataupun oleh pihak Legislatif sebagai pengawas dari Eksekutif. Jika memang BPK, APH dan Legislatif sudah melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan baik, mengapa permasalahan itu bisa luput dari pengawasan ketiganya? Atau apakah memang ketiganya bekerja setengah-setengah? Lantas siapakah yang waras dan siapa yang tidak waras? Wallahu A’lam..

*Penulis adalah editor di lingkarjatim.com

Sumber : Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017 tentang Pemantauan Pelaksanaan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan dan Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2016, Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Kepatuhan Terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

 

Leave a Comment