Oleh: Agussalim
OPINI, Lingkarjatim.com – Sudah menjadi rahasia umum jika Pungutan Liar atau yang biasa disingkat Pungli sudah menjadi perbincangan hangat dikalangan masyarakat. Bahkan sering kali kita jumpai Pungli menghiasi judul pemberitaan di berbagai macam media. Bahkan tak jarang ada yang menyebut Pungli sudah menjadi budaya di tanah air tercinta ini.
Jika memang demikian berarti sudah tidak sedikit orang yang menghalalkan Pungli. Disadari atau tidak mulai dari masyarakat kalangan bawah hingga masyarakat kalangan atas sudah akrab dengan praktek-praktek pungli yang sebenarnya di haramkan oleh agama maupun negara. Pun sebenarnya meskipun sudah tahu jika Pungli melanggar hukum masih banyak yang terperangkap dalam kubangan Pungli.
Sudah menjadi rahasia umum jika Pungli menggerogoti masyarakat dari semua golongan. Mulai dari tukang parkir hingga pejabat abdi negara sudah banyak menjadi korban keterlenaan Pungli. Demi hanya untuk meraup keuntungan berlebih mereka menghalalkan segala cara termasuk mempraktekkan Pungli.
Jika yang melakukan praktek Pungli adalah masyarakat kalangan bawah yang penghasilannya tidak seberapa apalagi tidak punya penghasilan, secara sosial masih bisa dimaklumi jika tergiur dengan hasil Pungli. Ingat dimaklumi bukan berarti dibenarkan. Tapi jika dibandingkan dengan pejabat yang gajinya selangit namun masih melakukan Pungli, tentu mereka masih lebih baik.
Alasan mereka melakukan Pungli tidak muluk-muluk. Karena hanya ingin memenuhi kebutuhan rumah tangga agar asap dapur terus mengebul. Sementara kebutuhan pokok semakin hari semakin mencekik. Mereka tidak tamak apalagi rakus yang penting anak istri bisa sarapan itu sudah cukup.
Beda halnya dengan pejabat negara yang melakukan praktek Pungli. Meskipun gaji setinggi langit mereka terus bersemangat mengumpulkan pundi-pundi rupiah hanya untuk menggendutkan rekening mereka yang bertebaran dimana-mana. Tak peduli apakah itu hasil dari Pungli, yang penting rekening semakin buncit pasti mereka lakukan. Bukan karena tidak tahu bahwa Pungli adalah perbuatan yang salah, tapi karena mata sudah dibutakan oleh keindahan harta duniawi.
Namun ternyata bukan hanya itu alasan satu-satunya para pejabat banyak yang terperangkap ditengah kubangan Pungli. Banyak praktek Pungli yang memang sudah menjadi kejahatan terstruktur. Meskipun ada pejabat yang sebenarnya tidak ingin melakukan Pungli, tapi karena demi sebuah setoran ke atasan mau tidak mau ia juga terlibat dalam praktek Pungli. Tentu si atasan juga punya atasan yang tidak sungkan ketika dikasih sejumlah rupiah hasil Pungli. Terus seperti itu hingga bisa dikatakan kejahatan terstruktur.
Ada juga pejabat yang melakukan Pungli karena ingin mengembalikan modal. Ibaratnya orang berdagang yang harus mengeluarkan modal dulu baru memikirkan cara balik modal plus keuntungannya. Demikian juga dengan pejabat yang bisa menjabat karena mengeluarkan modal yang tak sedikit untuk menyogok. Tidak ada orang di dunia ini yang mau rugi, termasuk pejabat yang yang punya jabatan karena hasil sogokan. Hal paling mudah untuk mengembalikan modal tentu saja dengan cara melakukan Pungli memanfaatkan jabatannya.
Parahnya lagi, meskipun sebenarnya sudah tahu jika Pungli adalah suatu yang tidak terpuji dan dilarang, mereka yang sudah terbiasa dan membiasakan diri dengan Pungli tak mau disalahkan. Mereka sudah menganggap bahwa Pungli adalah suatu yang wajar di dunia pemerintahan. Bahkan ada yang menganggap Pungli adalah budaya.
Bagaimana jika ada orang yang berani menegur bahkan menyalahkan mereka? Biasanya si pakar Pungli akan memutar balikan fakta dengan menyalahkan orang tersebut. Karena meskipun sudah menjadi rahasia umum sangat sulit untuk menemukan bukti keberadaan praktek Pungli. Si pakar Pungli bermain dengan sangat rapi sehingga sulit untuk di bongkar. (Wallahu a’lam)
Penulis adalah seorang Wartawan di Kabupaten Bangkalan