SURABAYA, Lingkarjatim.com – Muhammadiyah Jawa Timur angkat bicara terkait larangan menyampaikan salam lintas agama. Muhammadiyah menganggap memakai salam lintas agama hal biasa.
“Ya kalau sepanjang seremonial biasa ya nggak apa-apa. Memang gak nyaman buat orang-orang tertentu, tapi anggap itu sekedar salam menyapa saja,” kata Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim, Najib Hamid, dikonfirmasi, Selasa (12/11/2019).
Najib tidak sependapat dengan imbauan MUI Jatim, yang melarang ummat Muslim memakai salam lintas agama. Najib menganggap menyampaikan salam hanya sekedar salam sapa, tidak berkaitan dengan aqidah (keyakinan).
“Kalau hanya seremonial tidak masalah. Karena menyampaikan salam itu sebatas menyapa, tidak ada hubungannya dengan aqidah,” katanya.
Najib menegaskan, selama salam yang diucapkan hanya sekedar menyapa, dan mendoakan untuk keselamatan, tidak akan sampai merusak aqidah. Yang lebih penting, kata Najib, tidak sampai mewajibkan salam lintas agama, atau bahkan menyebutnya dengan salam nusantara.
“Makanya kalau mudah-mudahan kalian selamat itu kan nggak apa-apa, nggak sampai ngerusak aqidah. Tapi sifatnya juga nggak boleh mewajibkan harus mengucapkan salam nusantara seperti itu. Menurut saya tidak harus diwajibkan atau sebuah keharusan, tapi andaikan ada yang menyampaikan itu ya nggak apa-apa,” ujar Najib.
Najib menyatakan, dalam Islam telah diatur tata cara mengucapkan dan menjawab salam dengan orang-orang non Muslim.
“Misalnya, kalau ada beda agama yang mengucap salam, orang Muslim menjawabnya Waalaiakum. Artinya itu sebatas waalaiakum gausah diteruskan waalaikumsalam. Itu menunjukkan persahabatan hablum minannas,” kata pria mantan komisioner KPU Jatim itu.
Imbauan MUI Jatim ini terlampir dalam surat bernomor 110/MUI/JTM/2019 yang diteken Ketua MUI Jatim KH. Abdusshomad Buchori pada Jumat, 8 November 2019.
Ada delapan poin dalam surat imbauan itu, yakni meminta para umat Muslim membaca salam sesuai dengan agamanya, tidak memakai salam agama agama dalam sambutan. (Amal Insani)