Minimnya CSR PHE WMO Ditengah Hasil Produksi Migas yang Berlimpah

Oleh : Agussalim*

OPINI, Lingkarjatim.com – Berbicara tentang perusahaan migas di Indonesia seakan tidak pernah ada habisnya. Hal itu dikarenakan jumlah eksplorasi minyak dan gas di bumi pertiwi ini bisa dikatakan tinggi. Salah satu wilayah yang menjadi daerah eksplorasi migas adalah pulau Madura. Bahkan berdasarkan data 70 persen pasokan migas di Jawa Timur berasal dari pulau Madura.

Dengan kondisi yang seperti itu bisa digambarkan bahwa Madura adalah daerah yang sangat kaya sumber daya alamnya. Namun apakah dengan kekayaan yang melimpah ruah seperti itu kondisi ekonomi masyarakat Madura semuanya terjamin? Jawabannya tidak. Dengan kekayaan alam yang melimpah, masyarakat madura bisa diibaratkan dengan ‘tikus mati dilumbung padi’.

Artinya bahwa dengan keberadaan sejumlah perusahaan migas yang melakukan eksplorasi di madura tidak memberikan dampak positif terhadap kemajuan ekonomi masyarakat madura sendiri. Banyak masyarakat madura terutama yang berada di pelosok desa dan pinggiran masih berada dalam garis kemiskinan.

Salah satu penyebab kenapa hal itu bisa terjadi adalah karena perusahaan migas yang bereksplorasi di madura seakan tak memperhatikan kondisi masyarakat sekitar. Program Corporate Social Responsibility (CSR) yang seharusnya mampu mendongkrak tatanan kehidupan masyarakat madura seakan hanya menjadi program pajangan yang tak jelas efek positifnya.

Mereka (perusahaan migas, Red) bukan tidak paham akan aturan tentang CSR. Namun mereka terkesan hanya menjalankan program CSR hanya untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan aturan dan undang-undang yang ada. Sedangkan efeknya lepas dari perhatian mereka.

Padahal banyak aturan dan undang-undang yang mengikat tentang CSR sebuah perusahaan. Seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 tahun 2012 tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan. Peraturan itu sebagai pelaksanaan dari pasal 74 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 yang menyebutkan perseroan yang kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam diwajibkan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Kegiatan dalam memenuhi kewajiban tanggung jawab sosial dan lingkungan tersebut harus dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang dilaksanakan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

Yang perlu digarisbawahi dari bunyi aturan tersebut adalah perusahaan dalam menjalankan program CSR nya harus memperhatikan asas kepatutan dan kewajaran. Lalu bagaimana cara menghitung asas kepatutan dan kewajaran tersebut? Salah satunya bisa dengan membandingkan jumlah volume produksi yang dihasilkan oleh perusahaan migas dengan jumlah persentase CSR yang dikeluarkan.

Disini penulis akan mencoba memaparkan jumlah volume hasil produksi perusahaan migas yang bereksplorasi di Kabupaten Bangkalan yaitu PHE WMO. Dimana berdasarkan penjelasan dari pihak PHE WMO sendiri besaran CSR yang mereka keluarkan di tahun 2017 untuk masyarakat terdampak hanya sebesar 1,7 miliar rupiah. Sedangkan jumlah volume produksi migas PHE WMO bisa mencapai 6 triliun rupiah per tahun. Artinya 1,7 miliar rupiah itu hanya hanya 0,028 persen dari hasil volume produksi migas. Tentu saja dengan jumlah sekecil itu belum bisa dikatakan memenuhi asas kepatutan dan kewajaran.

Dari mana hasil volume produksi migas PHE WMO sebesar 6 triliun rupiah itu diketahui? Disini penulis akan mencoba untuk memaparkan.

Dikutip dari situs berita republika.co.id pada tanggal 25 Oktober 2017, rata-rata PHE WMO memproduksi minyak sebanyak 7.500 barel per hari. Sementara harga minyak mentah dunia berdasarkan data dari situs hargaminyak.net pada tanggal 6 November 2017 adalah dikisaran 55,83 dollar AS per barel. Sementara nilai tukar rupiah dengan dollar AS saat ini ada dikisaran 13.400 per 1 dollar AS. Sehingga dari hasil hitungan diketahui harga minyak mentah dunia per barelnya berkisar 748.122 rupiah perbarel perhari.

Dengan nilai itu, dapat disimpulkan bahwa penghasilan setiap hari dari hasil volume produksi minyak PHE WMO sebesar 5.610.915.000 rupiah atau 5,6 miliar rupiah. Sedangkan perbulan bisa mencapai 168.327.450.000 rupiah atau 168,3 miliar rupiah. Sementara per tahun bisa mencapai 2.019.929.400.000 rupiah atau 2 triliun 19 miliar rupiah. Jumlah ini hanya untuk sektor minyak saja belum untuk sektor gas.

Sementara di sektor produksi gas sesuai dengan situs berita republika.co.id pada tanggal 25 Oktober 2017, diketahui PHE WMO dapat memproduksi gas sebesar 120.000 MMBTU perhari. Sedangkan berdasar informasi yang bisa dipercaya, pihak PHE WMO menjual Gas hasil eksplorasinya ke Pembangkit Jawa Bali (PJB) dengan Harga 7,2 dollar AS per MMBTU atau jika dirupiahkan menjadi 93,600 rupiah per MMBTU. Sehingga total hasil penjualan setiap harinya dari sektor gas diketahui berjumlah 11.232,000.000 rupiah atau 11,2 miliar rupiah. Sedangkan setiap bulan dapat menghasilkan penjualan sebesar 338.000.000.000 rupiah atau 338 miliar rupiah. Sementara dalam satu tahun diketahui menghasilkan 4.056.000.000.000 rupiah atau 4,0 triliun rupiah

Jika dijumlah secara keseluruhan antara hasil produksi minyak dan gas PHE WMO, maka akan diketahui berjumlah sekitar 6 triliun rupiah pertahun. Jumlah yang sangat banyak jika dibandingkan dengan besaran angka CSR PHE WMO yang hanya 1,7 miliar di tahun 2017.

*Penulis adalah redaktur diĀ lingkarjatim.com

Referensi :

republika.co.id tanggal 25 Oktober 2017

hargaminyak.net tanggal 6 November 2017

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here