Lingkarjatim.com – UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, PP No. 43 Tahun 2014 (dan perubahannya ; PP No. 47 Thn 2015 & PP No. 11 Tahun 2019) tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, Permendagri No. 110 Tahun 2016 Ttg BPD dan Perda No. 2 Tahun 2015 Ttg BPD memberikan keleluasaan dan menempatkan posisi unsur/anggota masyarakat sebagai subjek untuk berpartisipasi & proaktif dengan melibatkan peran sertanya terhadap jalannya penyelenggaraan pemerintahan desa. Semangat yang mendasari dari landasan yuridis ini pada hakekatnya mengedepankan azas kesetaraan dalam strata kehidupan sosial, ekonomi & kemasyarakatan.
Diantara hak-hak masyarakat yang menjadi instrumen dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan desa tersebut diantaranya ; terlibat aktif dalam musyawarah desa untuk memusyawarahkan hal yang bersifat strategis, menjalankan fungsi konsultatif atas perumusan rancangan peraturan desa yang didalamnya termasuk pembahasan APBDes serta terlibat aktif terhadap jalannya proses pembangunan yang meliputi aspek perencanaan, pelaksanaan & pengawasan di desa tersebut.
Pasal 68 Ayat (1) UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, mempertegas akan status hak-hak masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, diantaranya meminta dan mendapatkan informasi dari pemerintah desa serta mengawasi kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan dan pemberdayaan masyarakat desa ; memperoleh pelayanan yang sama dan adil ; menyampaikan aspirasi, saran, dan pendapat lisan atau tertulis tentang kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, pemberdayaan masyarakat desa ; serta mendapatkan pengayoman dan perlindungan.
Tulisan lengkap download disini