SUMENEP, Lingkarjatim.com – Warga Pulau Giliraja, Kecamatan Giligenting, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, saat ini harus pontang-panting cari air bersih. Pasalnya, sebagian sumur yang menjadi sumber mata air masyarakat di pulau tersebut saat ini tidak menghasilkan air. Hal itu diduga karena kemarau panjang yang hingga saat ini masih terjadi.
Sahrul Gunawan yang merupakan warga setempat mengatakan, dari empat desa yang ada di Pulau Giliraja, saat ada ratusan sumur yang menjadi sumber mata air warga setempat mengalami kekeringan. Akibatnya, menurut Sahrul saat ini masyarakat Pulau Giliraja mulai kewalahan mendapatkan air bersih meski hanya sekedar untuk kebutuhan sehari-hari.
“Sepengetahuan kami, saat ini sudah ada sekitar 118 sumur warga yang sudah kering, yang mayoritas sumur itu ada di Desa Banbaru dan Desa Lombang,” kata Sahrul, Selasa (23/10).
Sahrul menjelaskan ketika memasuki kemarau yang terjadi dengan jangka waktu yang relatif panjang, Pulau Giliraja memang sudah menjadi langganan sebagai wilayah kekeringan.
Lebih lanjut, kata Sahrul, waktu wilayah Pulau Giliraja mengalami kekeringan dimasa sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Sumenep sudah pernah memberikan bantuan Desalinasi untuk penyulingan air laut. Namun, saat ini penyulingan tersebut menjadi tengkorak proyek sehingga masyarakat Pulau Giliraja berharap adanya bantuan lain yang betul-betul untuk masyarakat.
“Nah bantuan itu saat ini sudah ada yang tidak bisa di manfaatkan lagi. Sehingga untuk keperluan air bersih masyarakat kewalahan,” terangnya.
Sementara ini, sebagai alternatif, mayoritas masyarakat Giliraja membeli air bersih per mobil pickup dengan harga yang cukup fantastis, yakni mencapai Rp. 350 ribu/pickup. “Kami berharap pemerintah bisa mengurangi beban kami,” Tambahnya dengan penuh harap.
Sementara, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumenep, Rahman Riadi mengaku belum menerima laporan terkait kekeringan di wilayah Pulau Giliraja.
Menurut Rahman, proses untuk menerima pasokan air bersih melalui BPBD itu harus melalui kepala desa setempat, kemudian melakukan laporan ke Camat dan Camat melanjutkan ke BPBD.
“Kalau sudah ada laporan nanti bisa kami proses. Tapi biasanya, untuk wilayah kepulauan kami terkendala transportasi,” Jelas Rahman. (Lam/Lim)