Harga Cabai di Jatim Melambung Tinggi, Pemprov Tak Mau Tanggapi

Ilustrasi harga cabai

SURABAYA, Lingkarjatim.com – Masyarakat di Jawa Timur tak hanya dipusingkan harga telur. Masyarakat juga mengeluh tingginya harga cabai rawit di pasaran sebesar Rp50 hingga Rp60 ribu perkilogram, lebih tinggi dari harga normal sebesar Rp20 ribu per kilogram.

Dikonfirmasi perihal tersebut, Kepala Dinas Pertanian Jatim, Hadi Sulistyo, enggan berkomentar. Hadi hanya mengatakan bahwa stok cabai rawit di Jatim mencukupi.

“Sepanjang 2017, harga cabai mengalami surplus. Dari jumlah produksi sebanyak 339.022 ton, kebutuhan konsumsi 46.902 ton. Jadi ada surplus 292.120 ton untuk produksi tahun lalu,” ujar Hadi, dikonfirmasi, Selasa (24/7).

Menurut Hadi, melimpahnya stok cabai tersebut terus berlanjut. Pada Januari tahun 2018 ini tercatat surplus 1.852 ton, kemudian mengalami surplus 2.187 ton pada Maret.

“Kelebihan paling banyak pada bulan April, yang mencapai 20.367 ton. Lalu Juli diprediksi mengalami surplus 13.631 ton,” ujarnya.

Menurut mantan Kepala Biro Administrasi pemerintahan Pemprov Jatim itu, kondisi tersebut juga terjadi pada produksi cabai besar. Pada 2017 mengalami surplus 68.625 ton, kemudian Februari mencapai 1.709 ton.

“Kemudian pada Juli diprediksi stok cabai besar masih ada kelebihan 1.635 ton. Stok paling banyak dari Kediri dan Tuban sebagai sentra produksi cabai rawit. Sedangkan cabai besar berasal dari Jember, dan Banyuwangi,” katanya.

Terpisah, anggota Komisi B DPRD Jatim Noer Soetjipto mengatakan bahwa sebenarnya harga cabai di petani hanya Rp15 ribu. Noer menduga panjangnya jalur distributor yang menyebabkan harga cabai tak kunjung turun.

“Dari petani di borong tengkulak, lalu ke pasar induk. Dari pasar induk di beli tengkulak lagi, baru ke pasar kecil. Ini yang membuat harga mahal,” kata Noer.

Bahkan menurut hitungannya, dengan panjangnya jalur distribusi, selisih harga meningkat berkali lipat dari normalnya. Untuk itu, dirinya berharap pemprov memangkas panjangnya distribusi. Politisi Partai Gerindra ini pun berharap dari petani bisa langsung ke pasar kecil.

“Sebanarnya ada subsidi ongkos angkut, namun sayang hanya menyentuh mereka yang dengan jumlah besar. Tapi jumlah kecil belum,” kata Noer Soetjipto. (mal/lim)

Leave a Comment