Ditengarai Ada “Permainan”, Anggota Dewan Jatim Minta Program TisTas Dievalusi

Direktur LSM Jaka Jatim Mathur Husyairi saat menanam mangrove


SURABAYA, Lingkarjatim.com – Program Pendidikan Gratis Berkualitas (TisTas) yang dicanangkan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa gagal terealisasi tahun ini.

Program ini, salah satunya memberikan bantuan kain seragam gratis sebanyak dua stel pakaian yakni abu-abu dan pramuka untuk jenjang SMA/SMK.


Anggota Fraksi Keadilan Bintang Nurani (FKBN) DPRD Jatim Mathur Husyairi mengakui program TisTas memiliki tujuan sangat mulia karena dapat meringankan beban para orang tua dan siswa SMA/SMK di seluruh Jatim.

Namun karena diduga banyak kepentingan dan OPD yang menjadi penanggungjawab kurang siap sehingga gagal terealisasi di awal tahun kepimpinan gubernur perempuan pertama di Jatim.


“Saya berharap Dinas Pendidikan, ULP dan Biro Administrasi Pembangunan wajib dievaluasi oleh Gubernur. Jangan sampai kemudian Nawa Bhakti Satya dan jargon CETTAR hanya jadi lip service karena OPD tak mampu melaksanakan program dari gubernur. Akibatnya, masyarakat dan dunia pendidikan juga menjadi underestimate terhadap kebijakan Pemprov Jatim yang terkesan janji manis belaka,” tegas politisi asal Madura ini.


Ia juga mendengar kalau proses lelang pengadaan kain seragam gagal terlaksana kendati sudah dilakukan dua kali pelelangan.

Sehingga hampir dipastikan anggaran sebesar Rp.132 miliar tersebut tak terserap dan akan menjadi Silpa APBD Jatim 2020 karena P-APBD Jatim 2019 sudah tuntas.


Kendati demikian, politisi asal PBB ini berharap alokasi anggaran bantuan seragam pendidikan bagi siswa SMA/SMK dan pendidikan khusus serta layanan khusus di Jatim tidak dialihkan peruntukannya ke bidang lain.


“Namun Pemprov Jatim harus bisa memastikan bahwa program TisTas wajib terealisasi di tahun aggaran 2020 agar masyarakat Jatim tidak kecewa lagi,” pinta Mathur Husyairi.


Di sisi lain, pihaknya juga berharap Dinas Pendidikan Jatim mengintruksikan kepada lembaga pendidikan di bawah naungan Pemprov Jatim, tidak lagi menyiapkan seragam untuk beli di sekolah dan menarik biaya untuk kegiatan ekstrakurikuler yang cukup memberatkan para orang tua.


“Intinya tahun depan, saya tdk mau mendengar ada info/pengaduan masyarakat adanya sekolah yang jualan seragam khusus (pesanan pabrikan) yang tidak dijual dipasaran. Ini bisnis terselubung yang dilakukan oleh lembaga pendidikan. Kalau mau jualan ke pasar, bukan di sekolah,” kata Mathur. (Amal Insani)

Leave a Comment