SURABAYA, Lingkarjatim.com – Anggota Komisi E (Kesejahteraan Masyarakat) DPRD Jawa Timur, Agatha Retnosari, mendesak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menghapus Sistem Zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019. Sebab, Agatha menilai sistem zonasi PPDB 2019 tidak adil bagi siswa/i berprestasi.
“Selain itu, sistem zonasi itu juga akan menimbulkan perlakuan yang tidak setara, dan tidak adil, bagi para siswa khususnya yang tinggal di pinggiran perkotaan,” kata Agatha, di Surabaya, Rabu (19/6/2019).
Politisi asal PDIP itu mengaku telah melakukan observasi lapangan terkait sistem zonasi tersebut. Hasilnya, sistem zonasi PPDB 2019 terdapat masalah.
Di antaranya, perbandingan sebaran SMA/SMK dan sebaran kepadatan populasi Penduduk tidak seimbang. Misalnya di Kota Surabaya, Kecamatan Genteng yang memiliki empat SMA dan Kecamatan Gunung Anyar yang sama-sekali tidak ada SMA.
“Saya yakin hal ini juga akan terjadi di semua kabupaten/kota di Jatim. Maka itu, pemberlakuan sistem zonasi murni PPDB 2019 harus dievaluasi pelaksanaannya,” ujarnya.
Kemudian, lanjut Agatha, berubahnya sistem PPDB dari sistem nilai (prestasi) menjadi sistem zonasi (domisili), bakal membuat siswa yang telah belajar serius dan mendapat nilai bagus menjadi seperti tidak bermakna.
“Ini bukan hanya tentang masa depan siswa, tapi juga masa depan negara. Dalam hal ini, peran negara untuk menghadirkan pendidikan berkualitas perlu dikuatkan. Oleh karena itu? penting ditemukan sistem PPDB yang pasti dapat menjadi pegangan dan tidak berubah-ubah dalam setiap tahunnya, sekali lagi PPDB bukan ajang coba-coba sistem,” kata Agatha.
Oleh karena itu, Agatha mendesak Kemendikbud mengkaji ulang sebelum diberlakukannya Sistem Kuota atau Sistem Kombinasi, dimana sebuah sistem yang mengakomodasi beberapa jalur. Yakni Jalur Nilai, bagi siswa berprestasi yang diseleksi dengan nilai ujian nasional (UN).
Kemudian Jalur Zonasi, bagi siswa yang mempunyai domisili dekat dengan sekolah tersebut. Jalur Orang Tua Tidak Mampu. Jalur Orang Tua Pindah Kerja, bagi Dinas TNI/Polri dan Jalur Anak Berkebutuhan Khusus.
Menurut Agatha, sistem Kuota atau Sistem Kombinasi ini bisa diberlakukan dengan presentase 50 persen – 25 persen – 20 persen – 2,5 persen – 2,5 persen misalnya. Atau dengan presentase kuota lain yang mempertimbangkan rasa keadilan, setelah melakukan kajian-kajian distribusi populasi siswa yang terdapat di daerah masing-masing.
“Makanya saya beri apresiasi khususnya untuk Pemerintah Kota Surabaya dan daerah-daerah lainnya, yang melaksanakan PPDB dalam sistem online terbuka dan dapat dipantau oleh semua pihak. Sehingga menghindarkan prasangka terjadinya adanya permainan dalam proses PPDB tersebut,” kata Agatha. (Mal/Lim)