Cerita Pilu Dibalik Buruknya Pelayanan RSUD Syamrabu Bangkalan

Abdul Mannan beserta istrinya saat memberikan kesaksian di tengah-tengah aksi

BANGKALAN, Lingkarjatim.com – Demo protes pelayanan kesehatan di RSUD Syamrabu Bangkalan memang sudah usai, namun aksi unjuk rasa yang dilakukan Pemuda Madura Bersatu (PMB) itu mengungkap beberapa fakta mencengangkan tentang buruknya pelayanan di RSUD.

Salah satu fakta yang muncul dalam aksi tersebut adalah kisah pilu sepasang suami istri asal Desa Dabung, Kecamatan Geger, saat merawat buah hatinya yang masih berusia 32 hari di RSUD Syamrabu Bangkalan.

Kisah itu dimulai saat pasutri itu membawa anaknya ke Puskesmas Tongguh, Arosbaya pada 16 Oktober lalu karena sakit. Namun karena mereka tidak memiliki akses bantuan kesehatan apapun, mereka dirujuk ke RSUD Bangkalan dan harus membayar biaya pengobatan dan ambulans sebesar Rp 700 ribu di Puskesmas Tongguh.

Sesampainya di ruang UGD RSUD Syamrabu Bangkalan sekitar pukul 10.00 wib, orang tua si bayi dimintai dokumen bantuan kesehatan, seperti BPJS dan KIS oleh petugas rumah sakit. Namun mereka tidak bisa memberikan dokumen itu karena memang tidak memilikinya.

Akan tetapi, mereka tetap memohon agar diberikan perawatan yang maksimal demi menyelamatkan nyawa anaknya. Namun karena kondisi bayi itu lumayan parah, petugas rumah sakit menjelaskan kepada kedua orang tuanya bahwa mereka harus membeli alat bantu jantung seharga Rp 3,5 juta.

Demi menyelamatkan nyawa anaknya, kedua orang tua bayi itu menyanggupi permintaan itu, meskipun mereka harus mencari pinjaman ke tetangga-tetangganya.

Setelah beberapa jam mendapat perawatan, kondisi bayi itu tak kunjung ada perubahan, sehingga pada pukul 17.00 wib, bayi itu dipindah ke ruang ICU. Namun sekitar pukul 23.00, bayi bernama Toyyibah itu dinyatakan meninggal dunia.

Mengetahui bayinya meninggal dunia, kedua orang tuanya pun menanyakan kepada pihak rumah sakit apakah jenazah bayinya akan diantarkan dengan mobil ambulans? Dimana ambulansnya dan berapa ongkosnya dari RSUD ke Desa Dabung?.

Pihak rumah sakit pun menjawab bahwa ambulans ada di bawah dan biayanya sebesar Rp 2,7 juta. Namun karena orang tua bayi itu tidak punya uang sebesar itu, mereka tidak menyanggupi biaya tersebut.

Kemudian, pihak rumah sakit menyarankan agar jenazah bayi itu dibawa menggunakan sepeda motor, setelah pihak RSUD menanyakan kepada bapak si bayi, apakah membawa sepeda motor atau tidak.

Karena keluarga bayi itu memang benar-benar tidak mampu membayar, akhirnya mereka membawa pulang jenazah bayinya menggunakan sepeda motornya, setelah meminta surat jalan kepada pihak rumah sakit.

Sekitar pukul 12.00 wib (malam), mereka membawa pulang bayinya dan sampai di rumahnya sekitar pukul 02.00 wib dini hari. Sepanjang perjalanan pulang, ibu si bayi tak henti-hentinya menangis dengan apa yang dialaminya.

Dalam kondisi berkabung, tiba-tiba ada orang yang mengatasnamakan utusan RSUD mau memberikan sejumlah uang dengan tujuan permintaan maaf dan mengajak berdamai.

“Awalnya ditawari Rp 10 juta, kemudian 15 juta, 50 juta dan sampai angka 80 juta. Bahkan ditawarkan untuk membedah rumah. Tapi kami menolak, karena kami tidak mau menjual anak dan harga diri kami,” kata bapak si bayi, Abdul Mannan saat mengikuti aksi demonstrasi bersama PMB di gedung DPRD dan kantor Bupati Bangkalan, Jumat (06/11/2020).

Menanggapi keluhan itu, Direktur RSUD Syamrabu Bangkalan Nunuk Kristiani mengaku akan segera melihat data pasien dan dokter yang menangani anak bayi tersebut, untuk kemudian dimintai klarifikasi terkait hal itu.

Dia juga membantah adanya utusan dari pihak RSUD untuk memberikan sejumlah uang kepada keluarga bayi itu pasca meninggalnya bayi tersebut.

“Tolong cari orangnya, kami tidak pernah mengutus siapapun untuk membujuk keluarga yang bersangkutan,” katanya. (Moh Iksan)

Leave a Comment