SUMENEP, Lingkarjatim.com — Untuk mencegah perkawinan anak di Kabupaten Sumenep, Bupati Achmad Fauzi Wongsojudo mengatakan membutuhkan kerjasama semua pihak. Pemerintah daerah, kepala desa, tokoh masyarakat, hingga tokoh agama harus berperan penting untuk mencegahnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, angka perkawinan anak di Kabupaten Sumenep terbilang cukup tinggi. Berdasarkan data yang ada, pada tahun 2020 angka perkawinan anak di Sumenep mencapai angka 292.
Bahkan, angka ini cenderung meningkat pada tahun 2021 yang mencapai angka 335. Pada tahun 2022, perkawinan anak memang mengalami penurunan, namun tidak signifikan. Tahun 2022 angka perkawinan anak di Sumenep masih berada di angka 315.
“Yang jelas, pencegahannya memerlukan upaya kolaboratif antara pemerintah dan seluruh komponen menuju Kabupaten Sumenep nol persen perkawinan anak,” kata Fauzi.
Disamping membutuhkan kerjasama dengan berbagai pihak, Fauzi mengatakan, Pemkab Sumenep sendiri sudah mengambil langkah serius untuk mencegah perkawinan anak. Salah satunya dengan menggandeng USAID ERAT.
Bersama USAID ERAT ini, Pemkab Sumenep sudah meluncurkan program pengembangan desa model untuk pencegahan dan penanganan perkawinan anak atau Sadel Cepak. Saat ini, program ini terfokus di tiga desa yakni Pamolokan, Karduluk, dan Dasuk Laok. Harapannya, desa lain bisa segera melakukan hal yang sama.
Politisi PDI Perjuangan itu juga menyampaikan, perkawinan anak ini memang penting untuk diantipasi hingga angka nol persen. Pasalnya, hal ini dapat mengganggu masa depan anak-anak di Sumenep. Selain itu, resiko stunting, resiko kematian ibu dan bayi, hingga resiko kesejahteraan sosial juga menghantui akibat perkawinan anak ini.
“Perkawinan anak itu berpotensi tinggi menimbulkan persoalan lain, seperti angka perceraian yang tinggi, risiko stunting, angka kematian ibu dan bayi, juga kesehatan reproduksi,” ungkap Ketua DPC PDI Perjuangan Sumenep tersebut. (Abdus Salam)