BPBD Jatim Pantau Hotspot Antisipasi Bencana Kebakaran Hutan

Kepala Pelaksana BPBD Jatim, Suban Wahyudiono

SURABAYA, Lingkarjatim.com – Puncak kekeringan di Jawa Timur yang diprediksi terjadi pada bulan Agustus ini rawan terjadi bencana kebakaran hutan. Untuk mengantisipasinya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jatim memantau hotspot (titik panas) dari satelit.

“Kami terus memantau hotspot setiap hari. Sehingga ketika ada percikan api, pasti muncul warna merah dalam hotspot, dan kami menghubungi BPBD Kabupaten/Kota untuk mengkonfirmasinya,” kata Kepala Pelaksana BPBD Jatim, Suban Wahyudiono, di Surabaya, Kamis (8/8/2019).

Antisipasi lainnya, Suban mengaku telah mengirim surat imbauan kewaspadaan bencana kepada seluruh kepala daerah di 38 kabupaten/kota di Jatim. Tujuannya agar daerah-daerah siap siaga akan bencana pada musim kemarau ini. “Surat ini kita kirim agar pemerintah setempat bisa melakukan antisipasi,” ujarnya.

Selain itu, lanjut Suban, pihaknya telah melakukan rapat koordinasi (rakor) dengan BPBD di masing-masing daerah. Rakor tersebut untuk memetakan daerah mana saja yang membutuhkan perhatian khusus karena rawan kekeringan. “Kami juga melakukan koordinasi dengan Perhutani dan pemadam kebakaran,” katanya.

Namun, Suban tidak mengatakan berapa jumlah titik panas di wilayahnya. Namun, Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) per 28 Juli 2019, ada sembilan titik panas di Jatim.

Menurut Suban, ada beberapa faktor pemicu terjadinya kebakaran hutan pada musim kemarau ini. Di antaranya karena pendaki membuang putung rokok sembarangan, pendaki tidak memadamkan api unggun, dan lainnya. 

“Hutan terbakar sendiri itu presentasenya kecil sekali. Umumnya disebabkan oleh pendaki, perusahaan maupun petani yang membuka lahan di hutan dengan cara dibakar dan lainnya,” kata Suban.

Selain bencana kebakaran, kata Suban, bencana yang dialami masyarakat saat musim kemarau adalah kekeringan. Dari 38 kabupaten/kota di Jatim yang mengalami kekeringan hanya 28 daerah alami kekeringan. Jumlah itu masih terbagi lagi menjadi dua, yakni 24 kabupaten/kota mengalami kering kritis dan empat daerah lainnya mengalami kering langka.

“Dari 24 kabupaten/kota ada 180 kecamatan dan 566 desa yang kritis. Sedangkan kering langka 11 kabupaten/kota, 93 kecamatan dan 236 desa,” kata Suban. (Mal/Lim)

Leave a Comment