
SUMENEP, Lingkarjatim.com — Anggaran Santri Preneur tahun 2024 mencapai angka Rp 1,2 miliar. Anggaran salah satu program unggulan Bupati Sumenep, Achmad Fauzi ini meningkat dari tahun ini yang berada pada angka Rp 1 miliar.
Kendati anggaran naik, namun program ini justru mendapat kritikan dari sejumlah pihak. Salah satu kritikan itu sendiri hadir dari Anggota Komisi IV DPRD Sumenep, Masdawi.
Politisi Partai Demokrat itu mengatakan, program santri preneur ini sebenarnya berada diambang kegagalan. Dua kali pelatihan yang dilakukan selama ini tidak memberikan out put yang jelas.
Ia mengatakan, kendati sudah dilaksanakan pelatihan, tidak banyak produk khas yang dihasilkan. Kendati ada, produk-produk tersebut tak banyak dikenal publik.
Santri Preneur ini sendiri merupakan pelatihan produksi bagi kaum santri. Program tersebut berorientasi untuk mengembangkan SDM santri dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya.
“Jika memang pelatihan itu ada ouput untuk santri, mana? Belum lagi pelaksanaan pelatihan bisanya kan ada di lingkungan pesantren, tujuannya agar mamin dan sewa gedung biar bermanfaat untuk pesantren, tapi kan tidak,” kata Masdawi.
Ia juga megatakan, program yang semestinya terus berlanjut, kini seperti redup dan tak jelas tindak lanjutnya. Kata dia, santri yang diinginkan pasca lulus bisa mandiri dengan hasil mengikuti pelatihan justru lebih memilih tak melanjutkannya. Hal itu karena tidak adanya tindak lanjut dari pelatihan.
“Nah justru kebanyakan mereka mengikuti trend merantau keluar kota. Jadi program ini tidak berkesinambungan seperti halnya ada bantuan alat untuk para peserta membatik dan semacamnya.” tuturnya
Masdawi berharap agar program santri preneur kedepan bisa menunjukkan output yang jelas agar keberadaan program unggulan Bupati Sumenep itu benar-benar dirasakan manfaatnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Disbudporapar Sumenep, Moh Iksan, mengklaim sejauh ini pelaksanaan santri preneur tergolong berhasil. Karena capaian kegiatan tersebut sudah menghasilkan produk seperti batik dan blangkon. “Seperti pelatihan membatik banyak hasilnya. Blangkon dan menjahit juga banyak,” katanya.
Meski demikian, ia tak bisa pungkiri bahwa program tersebut tidak 100 persen berhasil. Namun hal itu adalah ikhtiar pemerintah dalam melaksanakan amanah APBD.
Mengenai produk hasil pelatihan, kata Iksan, saat ini pemerintah Sumenep mengeluarkan kebijakan untuk mengenakan blangkon bagi ASN setiap hari Jumat. Dan produk tersebut hasil dari program satri preneur. “Kalau dikatakan membuang-buang anggaran, ya nggak juga. Wong hasil dan wujudnya ada,” pungkasnya. (Abdus Salam)