SAMPANG, Lingkarjatim.com – Target pendapatan dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) 2019 di Kabupaten Sampang tergolong minim. Dari target Rp 7 milliar yang dibebankan pada Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) Sampang baru mencapai 46 persen atau sekitar Rp 3,2 milliar.
Hal itu disampaikan oleh Kepala BPPKAD Kabupaten Sampang Saryono. ia mengatakan bahwa sampai saat ini penyetoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor PBB masih dibawah 50 persen, tercatat dari 14 kecamatan di Kabupaten Sampang, Kecamatan Karang penang menjadi penyetor terendah, sedangkan untuk partisipasi tertinggi berada di Kecamatan Omben.
“Kesadaran masyarakat di Sampang untuk rutin membayar PBB rendah, namun angka itu masih terus berjalan,” katanya. Selasa. (03/12)
Ia juga mengatakan bahwa rendahnya pencapaian target PBB di Kabupaten Sampang dikarenakan tingkat kesadaran dan partisipasi masyarakat wajib pajak masih rendah. Biadanya wajib pajak umumnya memenuhi kewajiban jika ada keperluan mendesak.
“Sosialisasi dan pemberian pemahaman kepada masyarakat tentang kewajiban membayar pajak aktif dilakukan mulai di kecamatan hingga desa, agar masyarakat bisa taat membayar pajak itu sendiri, dan memang tidak boleh diwakilkan kepada orang lain,” tambahnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Sampang, Alan Kaisan meminta agar Pemkab Sampang melalui pihak terkait aktif memberikan pemahaman kepada masyarakat wajib pajak, bahkan surat peringatan sebagai upaya peningkatan partisipasi masyarakat untuk wajib pajak juga perlu dilakukan.
“Ini sudah memasuki bulan terakhir, artinya kalau masih dibawah 50 persen kami kira ini sangat sulit untuk tercapai apa yang ditargetkan,” katanya.
Pihaknya meminta agar masyarakat dapat juga ikut andil dalam upaya peningkatan partisipasi dan kesadaran wajib pajak tersebut, karena hasil pajak tersebut akan digunakan untuk program pembangunan di Kabupaten Sampang mendatang.
“Penyadaran kepada masyarakat tentang kewajiban pajak harus lebih digalakkan, jangan hanya menunggu penyetoran,” tambahnya.
“Bisa juga menginstruksikan camat untuk bisa bisa mengambil tindakan tegas bagi Kades yang tidak bisa serius menyetorkan perolehan pajak. Misalkan, dengan tidak menandatangani surat pengajuan pencairan dana desa dan anggaran dana desa sebelum persoalan tunggakan pajak selesai,” tegasnya.
(Abdul Wahed)