40% Balita di kabupaten Sampang Terkena Stunting

Gambar ilustrasi

SAMPANG, Lingkarjatim.com – Sosialisasi masalah kesehatan sangat penting dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakat. Sebab, Minimnya informasi yang didapat oleh masyarakat menimbulkan banyak salah kaprah.

Persoalan gizi kronis memperbanyak jumlah kasus anak berusia di bawah lima tahun bertubuh pendek atau stunting. Stunting adalah tubuh pendek pada anak balita akibat kurangnya asupan gizi. Hal Itu terjadi sejak bayi dalam kandungan.

Perlu diketahui bahwa Stunting juga memicu rendahnya kecerdasan. Bahkan anak yang terkena stunting berisiko tinggi menderita penyakit tidak menular. Seperti ginjal dan diabetes melitus.

Seperti data yang didapat dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sampang, 90.000 ribu balita yang ada saat ini, sekitar 40 persen mengalami stunting.

Penyebab stunting sangat kompleks. Antara lain minimnya pengetahuan tentang gizi minim, pola asuh anak tidak tepat, dan sanitasi buruk. Diharapkan kepada semua pihak turut serta untuk membantu mensosialisasikan masalah stunting.

Tak hanya itu, remaja putri sebagai calon ibu perlu diperkenalkan lebih dini terkait pola hidup sehat dan gizi seimbang. Sebab, anak dengan stunting selalu bermula dari masalah gizi pada ibu.

Menanggapi hal itu Kepala Dinkes Sampang Firman Pria Abadi mengatakan, stunting memang memerlukan deteksi dini. Deteksi dini bisa diketahui apabila seluruh anak balita di Sampang bersedia ditimbang berat badannya di posyandu. Sehingga, resiko menderita penyakit akan lebih mudah teratasi.

“Intervensinya memang sejak usia bayi baru lahir. Lebih bagus lagi, seribu kelahiran atau seribu usia kelahiran balita. Itu harus kita pantau,” kata Firman.

Saat ini Firman mengaku sangat menghawatirkan stunting ketika dapat memicu rendahnya keserdasan anak balita. Selain itu juga stunting sangat rentan berpengaruh menderita penyakit tidak menular atau metabolisme. “Iya, itu yang kita takutkan. Jadi stunting itu memengaruhi perkembangan IQ,” ucapnya.

Firman tidak menampik bahwa kasus stunting di Sampang adalah persoalan serius. Survei yang dilakukan internal dinkes, 40 persen balita di Sampang menderita stunting. Menurut Firman, balita menderita stunting atau tidak akan sangat tergantung pada gizi ibu hamil.

“Asupan gizi serta pola makan ya. Ketersediaannya bagaimana? Kalau kurang asupanya gizinya buruk. Apalagi kalo pola makan tidak benar,” jelasnya.

Hal yang paling dasar dan menjadi ujung pangkal masalah sebenarnya adalah faktor kemiskinan yang masih tinggi di Sampang. Kemudian, tingkat pendidikan yang rendah. Namun, sebagai orang kesehatan, pelayanan kesehatan harus lebih intens diperkenalkan. Artinya, mencari solusi kreatif untuk menyebarkan informasi mengenai masalah stunting.

“Saat ini sudah tidak boleh lagi ada bayi yang orang tuanya melarang bayi itu untuk ditimbang. Juga, tidak boleh lagi ada ibu hamil yang tidak mau diperiksa minimal empat kali dalam setahun. Artinya kita harus mencari mereka-mereka untuk diperiksa,” terangnya.

Firman Menambahkan anak balita yang menderita stunting di Sampang menjadi yang tertinggi di Jawa Timur. Di Madura pada umumnya memang masih tinggi. Jika di Sampang balita menderita stunting mencapai 40 persen, balita yang menderita stunting di kabupaten lain di Madura sekitar 36-38 persen.

“Di Madura ini semuanya tinggi. Kalau mau diorelasi, memang soal kemiskinan itu paling tinggi, tingkat pendidikan juga seperti itulah,” ujar Firman. (Zan/Lim)

Leave a Comment