Menjaga Produktivitas Pertanian, Mencegah Krisis Pangan

Oleh : Nurul Huzaimah*

KELAKAR, Lingkarjatim.com – Presiden Jokowi merespon peringatan yang disampaikan FAO tentang ancaman wabah kelaparan yang akan melanda dunia sebagai akibat pandemi covid-19 yang tak kunjung berakhir dengan rencana membangun Lumbung Pangan Nasional. Bahkan, Presiden juga menunjuk langsung Menteri Pertahanan untuk mengomandani proyek pembangunan Lumbung Pangan Nasional yang direncanakan dibangun di Kalimantan seluas 178 hektar Proyek ini bahkan masuk dalam Program Strategis Nasional tahun 2020-2024 yang diharapkan bisa memperkuat cadangan barang strategis nasional khususnya logistik pangan.

Food estate ini direncanakan bertempat di Provinsi Kalimantan Tengah, meliputi Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Pulang Pisau. Presiden menyatakan food estate yang akan dibangun pada tahap awal seluas 30 ribu hektare.

Lalu, dalam waktu satu setengah tahun atau maksimal dua tahun akan ditambah lagi lumbung padi seluas 148 ribu ha. Menurut Jokowi pula, pembangunan food estate ini akan dimonitor Kementerian Pertanian dan Kementerian PUPR. Selanjutnya, pemerintah setempat seperti gubernur hingga bupati ikut memantau pembangunan tersebut.

Tetapi kemudian banyak pihak yang meragukan keberhasilan dari program ini. Pasalnya program Lumbung Pangan Nasional sebenarnya bukan merupakan program baru. Era pemerintahan sebelumnya telah terlebih dahulu mencanangkan dan berakhir dengan kegagalan. Mengulangnya berarti sama dengan mengulangi kegagalan yang sama. Pertimbangannya karema pembukaan lahan gambut menjadi lahan pertanian membutuhkan waktu, tenaga dan biaya yang sangat besar. Hal tersebut sudah dicoba sejak era Presiden Suharto, hasilnya justru adalah kerusakan lingkungan dan lahan mangkrak yang sulit digarap.

Krisis Pangan di Negeri Agraris, Mungkinkah?
Menurut Kepala Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Bangkalan, Ir. Puguh Santoso, MM pada tanggal 9 Juli 2020 panen di Kabupaten Bangkalan pada Juni 2020 seluas 33.752 hektar lahan dengan hasil panen padi sebesar 6 ton per hektar. Sementara target panen untuk tahun in adalah 42.892 hektar dan realisasi hingga pada bulan Juni 2020 adalah 51.533 hektar lahan. Ini artinya per Juni 2020 Bangkalan sudah surplus sebesar 8 hektar lahan

Sementara itu, data di Kementerian Pertanian pada 2017 lahan panen padi mengalami peningkatan sebesar 4,17% menjadi 15,79 juta hektar. Dan Jawa Timur menurut Data Kementan merupakan propinsi dengan luasan lahan panen padi terbesar, dengan luas 2,29 juta hektar.

Penyusutan lahan produksi berdasarkan data BPS Propinsi Jawa Timur dalam antara tahun 2012 – 2014, terdapat 4400 hektar lahan yang beralih fungsi. Belum lagi data yang diungkapkan BAPPEDA Jawa Timur pada tahun 2011 terdapat 1.500 hektar lahan pertanian yang beralih fugsi.

Penyusutan lahan pertanian tersebut dikarenakan beberapa alih fungsi lahan, seperti menjadi kawasan industry terpadu, ekspansi industry manufaktur dan esktraktif, sector industry property hingga megaproyek infrastruktur. Peralihan fungsi lahan pertanian ini tentu akan menyebabkan berbagai problem ikutan, seperti berkurangnya jumlah petani yang akan berdampak pada keberlanjutan generasi petani yang tentu juga akan berimplikasi terhadap produksi pangan negeri ini.

Kemudian jika menengok ke belakang, krisis pangan sebetulnya telah menjadi isu global sejak 2007 lalu. Krisis ini dipicu turunnya tingkat produksi pangan dunia pascakonversi besar-besaran lahan pertanian pangan ke pertanian sumber energi hijau, yang berdampak meningkatnya harga pangan di pasar dunia.

Krisis energi global yang terus terjadi ini rupa-rupanya memicu persaingan antara produksi pertanian untuk pangan dan produksi pertanian untuk energi hijau.

Lumbung Pangan untuk Rakyat
Polemic yang terjadi seputar krisis pangan dan pembangunan Lumbung Pangan Nasional tersebut semestinya menjadi bahan pertimbangan juga bagi pemerintah. Negara memang wajib memenuhi kebutuhan rakyatnya. Ia harus melakukan berbagai inisiatif dan alternatif agar kebutuhan rakyat tercukupi. Tak terkecuali kebutuhan akan bahan pokok seperti pangan.

Negara wajib mengerahkan seluruh perhatian untuk memastikan stok pangan tersedia dan bisa dijangkau seluruh individu rakyat. Agar masyarakat dapat memenuhi kebutuhan, dibangun pasar-pasar. Dengan adanya pasar diharapkan distribusi bahan pangan akan merata.

Dalam proses ini disiapkan pengawas pasar agar tidak ada pedagang atau pemasok yang berbuat nakal alias berani menimbun barang, menaikkan harga, hingga mencekik ataupun berlaku curang dalam timbangan.
Kemudian bagi daerah yang kekurangan, negara bisa menggunakan mekanisme subsidi. Dengan memberikan bantuan pada daerah yang kekurangan pangan dari daerah surplus. Sehingga, tidak ada lagi daerah yang mengalami kelaparan atau kemelaratan.

Dengan pembiayaan yang cukup, rincian yang terperinci, perencanaan yang tepat, negara akan menyiapkan proyek swasembada. Dengan kemajuan teknologi, penelitian di bidang pertanian akan digalakkan. Baik tentang benih unggul, metode penanaman, hingga pemupukan dan obat hama. Hasilnya akan dipraktikkan pada para petani. Tentunya dengan bantuan pembiayaan dari pemerintah. Dengan begitu petani dapat diharapkan konsentrasi penuh dalam pemeliharaan dan pengembangan lahan pertaniannya. Tak perlu berpikir biaya operasional yang tinggi atau rebutan mendapatkan pupuk, karena semua dijamin negara.

*Penulis adalah aktivis dan pemerhati persoalan sosial masyarakat

Tulisan ini adalah kiriman dari pembaca, isi tulisan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.

Leave a Comment