Melindungi Anak Indonesia

Oleh : Nurul Huzaimah *)

KELAKAR, Lingkarjatim.com – Mengambil tema : “Anak Terlindungi, Indonesia Maju” banyak pihak berharap, Peringatan Hari Anak Nasional 23 Juli 2020 nanti yang digelar di masa pandemi akan menjadi momentum untuk meningkatkan kepedulian semua pilar bangsa Indonesia, baik orang tua, keluarga , masyarakat, dunia usaha, media massa dan pemerintah terhadap pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak

Negara-negara peserta Konvensi Hak Anak PBB pada tanggal 20 November 1989 mendeklarasikan untuk menghormati dan menjamin hak-hak setiap anak tanpa diskrimanasi dalam bentuk apa pun tanpa dipandang ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, keyakinan politik dan pendapat-pendapat lain, kebangsaan, asal etnik dan social, kekayaan, ketidakmampuan, kelahiran atau kedudukan anak atau orang tua anak atau pengasuhnya yang sah.

Berdasarkan konvensi tersebut, berikut 10 hak yang wajib diberikan orang tua untuk anak :
1.  Hak untuk bermain
2.  Hak untuk mendapatkan pendidikan
3.  Hak untuk medapatkan perlindungan
4.  Hak untuk nendapatkan nama identitas
5.  Hak untuk mendapatkan status kebangsaan
6.  Hak untuk mendapatkan makanan
7.  Hak untuk mendapatkan akses kesehatan
8.  Hak untuk mendapatkan rekreasi
9.  Hak untuk mendapatkan kesamaan
10. Hak untuk berperan dalam pembangunan

Indonesia menandatangani konvensi PBB tersebut tanggal 26 Januari 1990 dan meratifikasi dengan Keppres No 36 Tahun 1990. Langkah yang dilakukan selanjutnya adalah melakukan amandemen kedua UUD Tahun 1945 dengan memasukkan pasal 28B ayat (2) pada 18 Agustus 2000, “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.” Selanjutnya Indonesia menerbitkan UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU No 23 Tahun 2003 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, UU No 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, UU No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi/Korban, UU No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, UU No 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, UU No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, UU No 43 Tahun 2007 Perpustakaan, UU No 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, UU No 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Bahaya Mengintai Anak
Founder Yayasan Sejiwa, Diena Haryana pada Media Talk yang diselenggarakan oleh Kementerian Pemberdayaan Perenmpuan dan Perlindungan Anak 17 Juli 2020, mengungkapkan tren kasus eksploitasi seksual anak pada tahun 2018, tercatat 150 kasus terkait eksploitasi seksual anak di Indonesia, 28% di antaranya adalah pornografi.

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban juga melaporkan terjadi peningkatan kasus kekerasan seksual pada anak tiap tahunnya. Sebelumnya pada 2016 tercatat sejumlah 25 kasus, lalu meningkat pada 2017 menjadi 81 kasus dan pada tahun 2018 mencapai 206 kasus (m.detik.com 26 Juli 2019)

Sementara angka penyalahgunaan narkoba di kalangan anak (pelajar) di tahun 2018 (dari 13 ibu kota provinsi di Indonesia) mencapai angka 2,29 juta oran (bnn.go.id 12 Agustus 2019)

Tidak sekedar itu, kasus bullying yang menimpa anak-anak, kriminalitas bahkan pembunuhan dengan korban dan pelaku yang sama-sama masih anak-anak menambah daftar panjang data yang menunjukkan bahwa anak-anak Indonesia berada dalam ancaman bahaya serius. Banyaknya produk hukum yang dibuat terbukti tidak cukup sekaligus tidak mampu untuk menjaga dan melindungi anak.

Anak Harus DIlindungi
“JIka seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara. (Yaitu ) sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang mendoakan orang tuanya”
(HR Muslim)

Anak adalah anugerah sekaligus amanah Allah, Sang Maha Pencipta. Orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anaknya dengan sebaik-baiknya. Setiap orang tua tentu ingin anak-anaknya tumbuh menjadi anak yang shalih-shalihah, berbakti kepada orang tua, berbudi, sukses dan berprestasi.
Sebagai amanah, tentu saja anak harus dijaga dan dilindungi dari berbagai bahaya yang mengancam terhadap fisik, jiwa dan keimanannya. Menjaga kondisi fisik misal dengan memberikan makanan dan minum, memberikan tempat tinggal yang layak dan aman, memberikan pakaian yang layak, menjaga kesehatannya dengan memberikan makan dan minum yang bergizi, bernutrisi, mengajak berolah raga dan mengobatinya jika sakit.

Menjaga jiwanya antara lain dengan mengasihi dan menyayanginya dengan sepenuh hati, mendidiknya, mengajarkannya menutup aurat dan berinteraksi dengan orang lain, memberikan kesempatan kepada anak untuk mendapatkan pendidikan sesuai dengan minat dan kemampuannya, menciptakan suasana yang nyaman di lingkungan keluarga, berkomunikasi dengan baik dan sesuai dengan tingkat perkembangan berpikirnya.

Menjaga keimanan anak dengan cara memberikan pendidikan agama sejak dini, menanamkan aqidah dan menancapkannya dalam jiwa anak, serta melindungi mereka dari berbagai hal yang dapat merusak keImanannya. “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (Islam), maka orang tuanya yag menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR. Bukhari – Muslim)

Anak-anak adalah masa depan kita.

Bagaimana kita di masa depan, bergantung kepada bagaimana saat ini anak-anak dibentuk. Melindungi anak tidak lagi hanya menjadi kewajiban dari orang tua semata. Saat ini anak diintai bebagai bahaya seperti misalnya kekerasan terhadap anak, kasus-kasus pedofilia, pergaulan bebas, bullying dan lain sebagainya. Belum lagi tingginya angka kemiskinan, banyaknya angka putus sekolah, tingginya angka perceraian yang menghasilkan anak-anak yang broken home, semakin tingginya tingkat depresi masyarakat dan berbagai problem social, tentu akan berkorelasi terhadap pembentukan generasi ini. Masyarakat dan terlebih lagi Negara harus berperan dalam melindungi anak, dan memecahkan persoalan-persoalan ini dengan solusi yang tepat dan komprehensif.

*) Aktivis dan Pemerhati Sosial

Tulisan ini adalah kiriman dari pembaca, isi tulisan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.

Leave a Comment