Imajinasi Ba’da Subuh: HIJRAH DAN BRAND PASAR

Oleh : Moh. Syaeful Bahar*

KELAKAR, Lingkarjatim.com – Seperti biasa, kopi arabika ala Mak Yam sudah menghadang kami agar tak langsung pulang ke rumah masing-masing. Aroma kopi arabika dan pisang goreng pagi ini lebih spesial karena ada satu plastik kecil tembakau. Kami mengenalnya “bekoh tambeng”, satu jenis tembakau berkualitas tinggi, ya barang tentu, harganya mahal, jika tak salah dengar, per satu onsnya, sampai 300 ribu atau bahkan lebih.

“Silahkan, yang mau nyoba bekoh tembeng”, kata Cak Mamat. Ternyata bekoh tambeng ini sedekah paginya Cak Mamat, masyaallah. hehe….

“Haram Cak, rokok itu haram. Kencingnya syetan. Jelas merusak kesehatan”, ketus Kang Parmin.

“Klo rokok haram karena merusak kesehatan, kenapa soto babat kok gak diharamkan Kang, kan sama, klo konsumsi terus menerus akan jadi penyakit, merusak kesehatan juga”, Sanggah Mas David.

Hehe, ternyata, perseteruan Kang Parmin dan Mas David tak selesai setelah pilpres. Ketegangan masih kerap mereka tunjukkan hehehe.

“Ulama sudah membahas perihal rokok, ada yang mengharamkan, ada yang memakruhkan. Klo saya mengikuti yang memakruhkan. Karena itu, saya kadang ngrokok, kadang gak. Saya ngrokok klo pas ada tamu yang ngrokok, niat menghormati tamu, saya ikut ngrokok, tapi klo pas sendirian atau tak ada tamu, saya gak ngrokok”, jawabku.

“Gak bisa begitu Ji, itu namanya gak tegas. Padahal Islam itu tegas kan, al haqqu bayyinun, wal bathilu bayyinun, kan begitu kata Rasulullah. Yang haq itu sudah jelas dan yang batil juga sudah jelas. Menurut saya, klo mau hijrah, harus totalitas. Klo mau jadi Islam, ya harus masuk dengan fissilmi kaffah. Kita kan harus bangga dengan identitas kita, jenggot, jubah. Itu namanya totalitas, itulah hijrah sebenarnya”, sengit Kang Parmin.

Ow, Kang Parmin mulai terjangkit “penyakit” Hijrah hahaha. Kata Hijrah memang sedang viral, sedang menjadi tranding topic diberbagai media. Bahkan, dalam satu laporannya, sebuah media di Timur Tengah mengatakan, bahwa rakyat Indonesia adalah “korban” terbesar ke tiga, setelah Turki dan Uni Emirat Arab dalam pasar Hijrah.

“Hehe hati-hati dengan memahami konsep hijrah kang. Sekarang konsep hijrah ini tidak hanya menjadi konsep atau istilah keagamaan, namun lebih dari pada itu, sudah menjadi konsep pasar. Para pemilik brand, berlomba-lomba menjual konsep Hijrah. Jilbab hijrah, kopiah hijrah, baju hijrah sampai-sampai minyak wangipun, mereka jual dengan konsep hijrah. hehehe…ini bahaya, klo tidak pakai brand baju ini, maka menjadi tidak hijrah, klo tidak pakai minyak wangi ini, maka menjadi tidak hijrah, klo tidak pakai kopiah ini, maka bukan hijrah. Ini bahaya…Islam itu, tak mengatur sampai sedemikiannya, Islam mengatur pokok-pokoknya, mengatur substansinya. Misal, aurat, yang penting sudah menutup aurat, maka sudah benar menurut Islam, tak harus pakai jubah, pakai sarungpun boleh. Dalam beribadah juga perlu mempertimbangkan akhlaq, yang penting sudah meliputi unsur akhlaq dalam beribah, maka sudah cukup, tak harus pakai surban, pakai kopiah hitanpun tak masalah. Hijrah itu harus hatinya, bukan tampilannya Kang….”, jelasku.

“Saya tambahkan ya, Muslim Indonesia itu, menghabiskan yang hingga 20 Miliar US Dolar untuk belanja semua pernak pernik yang berbau hijrah ini. Mereka terjebak ke aksesoris hijrah, tapi tak masuk ke substansi hujrah. Mereka jadi korban para kapitalis, para prosdusen pemilik brand dengan jualan konsep hijrah. Sampean tahu gak kang, siapa yang memproduksi jubah-jubah dan sorban-sorban bagus yang dipakai sebagai identitas hijrah itu? apa mereka adalah orang-orang yang sudah berhijrah? Bukan Kang, banyak sorban itu yang diproduksi massal di China. Negara yang paling sampean benci itu”, tambahku, sambil tersenyum.

Wajah Kang Parmin langsung memerah. Nampak sekali kemarahannya. “Apa benar begitu Ji, apa benar sorban dan jubah itu produksi China?”. “Ini, sorban saya ini, lihat, ada tulisan made in China kan?!”, jawabku dengan terkekeh.

“Karena itu Kang, kita wajib mengedepankan hal yang substansial dalam beragama, jangan yang luaran, jangan tampilan saja. Tampilan juga penting, tapi jangan sampai mengalahkan yang substansi. Karena mengejar semua yang beratribut hijrah, lalu substansi Islamnya hilang. Misal begini, karena sudah memakai semua atribut hijrah, pakaian, jenggot, kopiah sampai serban hijrah, lalu, dia merasa sudah hijrah, sudah merasa hijrah dan merasa lebih hijrah dibandingkan dengan mereka yang tetap pakai sarung, pakai kopiah hitam dan tak memanjangkan jenggotnya. Ini masalah besar!!! kenapa? karena di saat dia merasa lebih baik dari orang lain, maka disitulah sebenarnya Islamnya telah hancur. Kualitas dia sebagai hamba telah rusak. Dia mulai merasa lebih baik, dan itu adalah sombong. Sombong adalah penyakit hati yang akan menjadi hijab, pembatas antara kita yang hamba, makhluk ini, dengan Allah swt sang Khaliq”, pungkasku.

*Penulis adalah Dosen Prodi Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Tulisan ini adalah kiriman dari pembaca, isi tulisan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.

Leave a Comment