Hak Pejalan Kaki Dirampas, Trotoar Kota Malang Alih Fungsi

Ilustrasi

Oleh : Yusnia Ayu Pitaloka*

KELAKAR, Lingkarjatim.com – Fasilitas publik merupakan sebuah hal yang diperlukan dalam menunjang kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah. Semakin baik fasilitas publik di suatu wilayah, maka semakin menunjang pula dalam kesejahteraan masyarakat yang ada di wilayah tersebut.

Banyak fasilitas publik yang berubah fungsi menjadi tidak sesuai dengan fungsi utamanya. Seperti trotoar misalnya, banyak trotoar yang berubah fungsi menjadi lahan parkir, tempat Pedagang Kaki Lima menjajakan dagangannya, jalur kendaraan roda 2 ketika macet dan lain sebagainya. Fungsi utama dari trotoar sebagaimana kita tahu adalah untuk jalur transportasi pejalan kaki agar selamat dan merasa nyaman. Menurut keputusan Direktur Jenderal Bina Marga, yang dimaksud dengan trotoar adalah bagian jalan raya yang khusus disediakan untuk pejalan kaki yang terletak didaerah manfaat jalan, yang diberi lapisan permukaan dengan elevasi lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan dan pada umumnya sejajar dengan jalur lalulintas kendaraan.

Dinas Pekerjaan Umum dan dinas penataan ruang adalah yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan trotoar. Pengelolaan ini diperlukan koordinasi dengan pihak pihak lain agar terciptanya suasana yang kondusif di trotoar dan dapat berfungsi seperti seharusnya. Pentingnya penyediaan jalur pejalan kaki di Indonesia telah tertera dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang ketentuan rencana penyediaan dan pemanfaatan parasarana dan sarana jaringan pejalan kaki harus disediakan dalam perencanaan kota. Dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 menyatakan bahwa dimana setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan jalan, termasuk fasilitas bagi pejalan kaki. Selain itu, beberapa lembaga terkait, seperti Kementerian Pekerjaan Umum Petunjuk Perencanaan Trotoar tahun 1990, Pedoman Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan tahun 1995, dan Pedoman Perencanaan Jalur Pejalan Kaki pada Jalan Umum tahun 1999 dan Kementerian Perhubungan membuat Pedoman Teknis Perekayasaan Fasilitas Pejalan Kaki di Wilayah Kota tahun 1997, juga telah mengeluarkan pedoman teknis sebagai acuan dalam penyediaan jalur pejalan kaki.

Kesadaran masyarakat juga diperlukan untuk menciptakan suasana tertib dan teratur dalam penggunaan trotoar. Jika suasana tertib dan teratur tercipta maka semua pengguna fasilitas publik menjadi lebih nyaman. Menurut ketua Dewan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Danang Parikesit masih banyak pelanggaran yang dilakukan pengendara kendaraaan dimana memarkir kendaraan diatas trotoar ini merupakan sebuah bentuk kurangnya edukasi masyarakat terhadap regulasi yang ada. Dengan adanya Sistem pengelolaan trotoar yang baik akan membuat pejalan kaki merasa nyaman, dan bisa jadi menekan penggunaan kendaraan pribadi atau kendaraan umum. Ketika tidak ada hambatan atau halangan di suatu trotoar, akan membuat seorang pejalan kaki merasa nyaman berjalan di trotoar tersebut.

Pejalan kaki yang menggunakan trotoar bisa dibilang sangat variatif, karena hampir semua kalangan usia dan kalangan orang pernah menggunakan trotoar terlebih orang dengan penyandang disabilitas. Oleh karena itu, dalam pembangunan trotoar harus direncanakan secara matang dan harus ada fasilitas guiding block atau pemandu jalan bagi penyandang disabilitas khususnya tunanetra. Oleh karena itu, fasilitas guiding block ini harus ada agar memudahkan tunanetra dan membuat mereka merasa aman dan nyaman ketika berjalan di trotoar. Trotoar yang nyaman digunakan pejalan kaki juga menjadi faktor pendukung masyarakat untuk menjadikan berjalan kaki sebagai pilihan. Selain itu pilihan untuk berjalan kaki menjadi sangat minimal dikarenakan akses berjalan kaki yang terbatas, tidak mencakup semua wilayah.

Di kota Malang juga banyak keluhan masyarakat terkait kurang dan tidak berfungsinya trotoar sebagaimana fungsinya. Seperti jalan Soekarno-Hatta banyak trotoar yang berubah fungsi menjadi lahan parkir dan tempat pedagang kaki lima menjajakan dagangan mereka. Tidak adanya penindakan dari pemerintah dari dinas terkait menjadikan menjamurnya pedagang kaki lima yang membuka usaha di trotoar. Padahal kota Malang sudah sangat ramah pada pejalan kaki dengan menyediakan guiding block hampir disetiap trotoar-trotoar ditempat yang ramai akan pejalan kaki. Sesuai dengan City Branding kota Malang yaitu Beautiful Malang seharusnya malang harus lebih ramah lagi dengan pendatang yang tiba di kota Malang terutama pada akses trotoar yang lebih tertata rapi dan akses yang mencakup wilayah yang luas agar dapat menambah kesan Beautiful.

Peningkatan jumlah penduduk kota Malang yang cukup padat dapat dilihat dari banyaknya jumlah pendatang setiap tahunnya untuk melanjutkan studi di kota Malang. ini menjadikan setiap tahunnya Malang semakin padat akan aktivitas lalulintasnya, kurangnya pilihannya transportasi umum menjadikan lalulintas malang semakin padat dan tidak nyaman. Pemerintah harus mampu menata ruang kota Malang agar terciptanya suasana yang nyaman. Transportasi umum dan trotoar harusnya dapat dijadikan pilihan pemerintah untuk dapat menguraikan kemacetan kota Malang, terutama di wilayah-wilayah universitas yang paling tinggi tingkat aktivitas lalu lintasnya. Jika ada fasilitas seperti trotoar yang nyaman memungkinkan meningkatkan keinginan masyarakat untuk berjalan kaki. (*)

*Penulis adalah Mahasiswi Jurusan Akuntansi, Universitas Muhammadiyah Malang

Tulisan ini adalah kiriman dari pembaca, isi tulisan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.

Leave a Comment