Oleh : Hanifudin Sukri*
KELAKAR, lingkarjatim.com – Kita adalah bangsa timur yang identik dengan keramahan (hospitality). Ketimuran itu masih ada. Masih tercermin dalam kehidupan nyata. Sebut saja saat berinteraksi dengan orang baru atau orang yang lebih tua, kita masih menggunakan bahasa yang setingkat lebih halus dibanding dengan bahasa yang kita pakai dipergaulan sebaya.
Namun berbeda halnya di sosial media, etika ketimuran itu hampir ludes. Media sosial memang menawarkan kebebasan berekspresi bagi penggunanya. Media sosial juga memberikan pengalaman psikologis yang berbeda dalam berinteraksi, banyak sekali orang lebih memilih posting curhatannya di media sosial ketimbang curhat dengan temannya di dunia nyata.
Yang sering tidak kita sadari adalah, bahwa ada jurang yang sangat dalam yang siap “menelan” Penggunanya ketika tidak sadar bahwa ada etika yang harus dijaga dalam bersosmed. Kita lupa bahwa jejaring pertemanan di sosial media memuat ribuan teman dengan latar belakang sosial, pengetahuan, profesi, suku dan agama yang begitu beragam yang tidak mungkin sama persepsinya ketika membaca apa yang kita post di akun kita. Mereka yang berteman dengan kita di sosial media sudah siap menyebarluaskan atau sekedar mengambil screenshot atas apa yang kita post diakun kita.
Lagi. Yang sering tidak kita perhitungkan adalah dampak dari posting kita. Baik bagi yang membaca atau bagi kita sendiri yang post. Ah itu kan hanya sebatas status, kilah kita. Sudah banyak yang terjerat dan terperosot ke jurang ini. Tidak hanya pengguna biasa, pengguna high value seperti artis, politisi, pebisnis juga tidak luput dari jurang etika bersosmed ini. Konsekuensinya macam-macam, seperti putus kontrak dengan brand, hilangnya relasi bahkan bisa berujung tuntutan di pengadilan dan penjara.
Baru-baru ini manajer klub basket Houston Rockets nge-tweet. Bunyinya: “Lawan demi kebebasan. Dukung pendemo Hongkong.” Dengan maksud memberikan dukungan kepada pendemo di Hongkong yang sudah berjalan hampir 4 bulan. Yang nge-twit seperti itu Daryl Morey, manajer tim Rockets.
Tebak apa konskuensi dari twit tersebut? Sponsor utamanya langsung memutus kontrak, diikuti sponsor lain, fansnya di Tiongkok juga mengamuk di sosmed bahkan pertandingan persahabatan dengan tim setempat dibatalkan. Hanya gara-gara twit sang manager.
Di negeri +62 pun kerap kali berurusan dengan etika bersosmed. Mulai dari penyebaran berita bohong, pencemaran nama baik, menyebarkan aib orang lain. Dampaknya pun beragam, mulai dari didemo, penganiayaan, dilaporkan bahkan dipenjarakan.
Di dunia digital nyaris susah menghilangkan jejak. Boleh jadi saat ini anda belum jadi apa-apa tidak akan ada yang memprotes atau melaporkan post di akun sosmed anda. Tapi kalau nanti anda sudah jadi apa-apa beda lagi. So hati-hati dalam bersosmed. Kita semua tahu bahwa UU ITE diyakini banyak pasal karet yang siap menerkam siapa saja yang lalai dalam berinteraksi di dunia digital.
Sesuatu yang kalau dikatakan di dunia nyata membuat orang tersinggung maka jangan di-post di sosial media, karena kemungkinan yang tersinggung akan lebih banyak daripada anda mengatakan di warung kopi bersama teman-teman nyata anda.
Mestinya pengguna sosmed ini juga membaca kebijakan privasi atau privacy policy saat mendaftar layanan sosmed. Supaya lebih hati-hati dalam menggunakannya kelak. Kita memang tidak bisa menyenangkan semua orang, tapi kita bisa meminimalisir menyakiti hati orang lain.
Ingat, di dunia digital jari anda sama berbahayanya dengan mulut anda.
*Penulis merupakan pengampu mata kuliah Etika Profesi Sistem Informasi, UTM.
Tulisan ini adalah kiriman dari pembaca, isi tulisan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.