Enaknya Duit Bansos

Ilustrasi

Oleh: Dewi Wardah Riska Ayu*

KELAKAR, Lingkarjatim.com – Sepuluh bulan terakhir, adalah waktu terberat bagi Bangsa Indonesia. Pandemi Covid-19 memberikan dampak yang besar pada setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia bahkan mungkin di seluruh dunia. Utamanya dibidang kesehatan dan juga perekonomian. Setiap hari kita selalu disuguhkan dengan kabar kurang baik, dimana masyarakat Indonesia yang terpapar Covid-19 semakin hari semakin bertambah, meskipun dalam sisi lain pasien yang sembuh juga semakin bertambah. Tidak hanya di bidang kesehatan, dampak dari pandemi ini juga berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi, dimana perekonomian Indonesia terlihat menurun. Bisa kita lihat, banyaknya pengusaha yang gulung tikar bahkan hampir setiap hari ada saja karyawan yang di PHK. Hal ini mengakibatkan pengangguran yang semakin meningkat dan tidak menutup kemungkinan bertambahnya tindak kejahatan seperti pencurian, perampokan atau mungkin pertengkaran dalam rumah tangga.

Besar harapan rakyat kepada pemerintah untuk bisa serius dalam penanganan pandemi ini agar tidak terjadi dampak yang lebih buruk lagi. Sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Dasar 1945, melindungi, memastikan keamanan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum bagian dari tugas pemerintahan. Tetapi mungkin benar, kita jangan menggantungkan angan terlalu tinggi, Juliari Peter Batubara selaku Menteri Sosial Kabinet Indonesia maju, yang seharusnya mendengar, merasakan penderitaan rakyatnya justru mengambil keuntungan dalam situasi buruk ini. Pernyataan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur terkait pembubaran departemen sosial pada tahun 1999 yaitu “departemen itu, yang semestinya mengayomi rakyat, ternyata korupsi gede-gedean, bahkan sampai hari ini”, bisa dikatakan sangat kontekstual dengan keadaan Indonesia saat ini, ketika ada pemberitaan mengenai “KPK Panggil Dirjen Linjamsos Kemensos Terkait asus Korupsi Bansos Corona”, detikNews (13/01/21).

Tugas pokok dan fungsi bidang LinJamSos salah satunya ialah penyusunan rencana dan program kerja Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial serta perumusan dan pelaksanaan kebijakan teknis, fasilitas, koordinasi, serta pemantauan perlindungan sosial korban bencana alam dan korban bencana sosial. Sungguh mulia tugasnya, andai dilakukan sebagaimana mestinya. Pemerintah yang diberi amanat mengelola dana bencana alam dan bencana sosial, sayangnya justru menyalahgunakan kewenangannya , lupa dengan sumpah jabatannya. Penyalahgunaan alokasi dana penanggulanan wabah COVID-19 dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi yang dilakukan dalam keadaan tertentu. Pelakunya dapat dipidana mati. Rakyat hanya berharap, hukum tidak tajam ke bawah dan tumpul keatas. Keadilan harusnya dirasakan menyeluruh.

Hal ini bukan kasus korupsi pertama yang terjadi di Indonesia. Sebagaimana UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Korupsi, sudah sangat jelas hukuman untuk orang-orang yang melawan hukum dimana melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang dapat merugikan keuangan negara dan perekonomian negara. Namun masyarakat Indonesia tak mengenal rasa takut. Meski kita memiliki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang aktif dalam memberantas korupsi. Maling rupanya selalu punya cara untuk mengambil yang bukan haknya. Salim Said, seorang pengamat politik dan pertahanan, beliau mengatakan “Jadi, negeri ini tidak maju karena Tuhan tidak ditakuti. Tantangan kita adalah bagaimana Tuhan ditakuti. Jangankan KPK, Tuhan saja tidak ditakuti kok”. Bagaimana bisa seorang pejabat parlemen disumpah secara agama kemudian melanggar sumpah jika memang dia tidak takut akan balasan Tuhan.

Raka Dwi Novianto, Sindonews (13/01/2021) “Diduga dalam kasus ini pelaksanaan proyek tersebut dilakukan dengan cara penunjukan langsung para rekanan dan diduga disepakati ditetapkannya adanya fee dari tiap paket-paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kemensos melalui Matheus. Dan untuk fee tiap pakek bansos disepakati oleh Matheus dan Adi sebesar Rp.10 ibu per paket sembako dari nilai Rp 300 ribu per paket bansos”. Kecil memang angka Rp. 10 ribu untuk kalangan atas seperti mereka, tapi bagi kami? Manusia-manusia yang merangkak bahkan mengesot untuk menghidupi diri, bagaimana?

Berdasarkan informasi tidak hanya Linjamsos Kemensos yang dipanggil KPK, namun beberapa pihak dari swasta juga. Sistem saat ini perlu adanya perombakan karena telah membudayakan korupsi. Hal tersebut semakin terlihat ketika pihak swasta juga ikut campur tangan. Memang tidak mudah, namun perubahan harus dilakukan dari hal yang paling mendasar.

Untuk mencegah adanya korupsi, pemerintah harus memberantas akarnya. Pihak swasta tidak ada pilihan, kecuali sistem tersebut dirombak dan menutup segala lubang lubang tikus untuk korupsi. Sebuah keharusan adanya peran KPK harus diperkuat sebagai badan pengawas. Korban yang sesungguhnya dari adanya korupsi yaitu masyarakat bawah, “kaum yang tidak tau apa apa” begitu kata kalangan elit. Sungguh sangat disayangkan jika kemajuan ekonomi di Indonesia terhambat hanya karena masalah korupsi yang terus menerus dibudayakan. Jika sistem sudah tertata dengan baik, tentu pelaku bisnis tidak akan ragu bermain dengan mengikuti peraturan.

*)Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Akuntansi, Universitas Muhammadiyah Malang

Tulisan ini adalah kiriman dari pembaca, isi tulisan ini sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis

Leave a Comment